Senin, 22 April 2013

Islam Di Filipina Dulu Dan Sekarang


Kenapa perjuangan sebagian muslim Filipina di bawah bendera Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang mahsyur itu seperti tak mengenal letih?
Rupanya, setelah menelisik sejarah masa lalu Filipina, penulis seperti mendapati sebuah pemakluman. Ada jawaban perih yang tak bisa dihilangkan dari memori kaum Muslim Filipina: sebuah jawaban yang hingga saat ini melecutkan harapan dan menimbulkan konflik berdarah.

Dan menyebarlah berita tentang muslim Filipina yang lekat sebagai muslim teroris yang tak kenal kompromi.
Seperti apakah muslim Filipina menyikapinya? Bagaimanakah dinamika kehidupan muslim Filipina di abad millenium ini?

Siapa yang menduga kalau nama Manila, ibu kota Filipina itu, berasal dari kata Fi Amanillah (B. Arab) yang berarti di bawah lindungan Allah? Tidak banyak yang tahu, memang, kalau kota pusat transaksi perdagangan bangsa Filipina itu dahulu kala menganut sistem pemerintahan Islam.

Sebab, menurut catatan sejarah, sebelum Spanyol datang menjajah di tahun 1565, para sultan Islam dari Brunei Darrussalam dan Johor sudah terlebih dahulu menempati wilayah tersebut. Tak aneh, bila pencetusan nama Manila pun diadopsi berdasarkan kata di atas. Mereka berharap bahwa kelak suatu saat nanti, Manila akan menjadi kota yang tidak hanya menganut sistem pemerintahan Islam yang demokratis tapi juga modern, aman, dan sejahtera. Dalam beberapa dekade, cita-cita itu sempat terlaksana.

Namun sayang, ketika bangsa Spanyol berhasil menaklukan Manila dan beberapa daerah di kepulauan Filipina, harapan itu menjadi mimpi belaka. Yang paling kentara antara lain; Pertama, penduduk Filipina yang dulu mayoritas umat Islam, kini menjadi kaum minoritas alias warga kelas dua. Sekitar 5-7 juta atau sekitar 8,5 persen dari 66 juta jiwa penduduk Filipina adalah Muslim. Selebihnya merupakan umat Kristen Katholik Filipina. Kedua, dahulu kala segala tuntutan sosial, ekonomi dan politik muslim Filipina merupakan perkara yang selalu diperhatikan pemerintah, sementara sekarang ini umat Islam Filipina mendapat banyak rintangan.

ISLAM FILIPINA DI MASA SILAM
Bila menengok lembar sejarah Filipina, umat muslim Filipina telah ada sejak abad 13. Filipina sendiri waktu itu belum berbentuk negara menjadi Republik Filipina. Ia hanya sebentuk kepulauan rumpun melayu yang dijadikan tempat berniaga para pedagang muslim dan persinggahan para ulama dari Gujarat, India, dan Timur Tengah. Untuk pertama kalinya, mereka menempati Kepulauan Sulu.

Namun, setelah itu, petualang-petualang muslim Melayu menyusul dan mendirikan kesultanan di bagian Filipina, yakni Sulu, Palawan dan Mindanao. Diantara mereka adalah para da'i dari pulau Kalimantan yang kebetulan berdekatan dengan Sulu. Maka berkembanglah dengan pesatnya kehidupan muslim di tiga daerah ini. Pengaruhnya bukan hanya pada perkembangan agama, tapi juga secara sosial-kultural di masyarakatnya.

Menurut data Peter Gowing dalam Muslim Filipinos-Heritage and Horizon, muslim Filipina dibagi ke dalam 12 kelompok etno-linguistik (suku-bangsa). Enam yang paling utama adalah Maguindanao, Maranou, Iranum, Tausug, Samal dan Yakan. Preang sisanya yaitu Jama Mapun, Kelompok Palawan (Palawani dan Molbog), Kalagan, Kolibugan dan Sangil.

Kendati suku-bahasa itu sangat beragam, bahasa kelompok muslim sendiri memiliki kesamaan. Misalnya, bahasa Manguindanao dan Maranao dapat diucapkan dan dimengerti oleh kedua kelompok ini. Tetapi ada pula beberapa dialek yang dipakai baik oleh orang Islam maupun orang Kristen, yakni bahasa Samal, Jama Mapun, dan Badjao. Sementara bahasa Tagalog dan Visayan banyak digunakan oleh orang-orang Kristen.

Namun demikian, menurut pakar bahasa modern, beberapa bahasa dan dialek orang-orang Filipina Islam dan Kristen semuanya berasal dari rumpun linguistik (bahasa) yang sama, dan memiliki banyak kesamaan. Lebih dari itu, baik orang Islam maupun Kristen Filipina termasuk suku bangsa Melayu (lihat buku Dinamika Islam Filipina, karya Cesar A. Majul: LP3ES, 1989).

Kala itu, bertani dan menangkap ikan adalah mata pencaharian utama mereka. Bahkan, ada beberapa kelompok yang dikenal menggantungkan hidup dari industri rumah tangga, seperti kerajinan tangan, anyaman, serta aktivitas perdagangan. Wajar, bila tempat mereka tinggal, praktis tidak mempunyai basis industri seperti pabrik.

Secara tradisional, kelompok-kelompok Islam itu sangat mencolok perbedaannya ketika mereka menjalankan tradisi dan hukum (adat) yang beberapa di antaranya terbentuk sebelum kedatangan Islam. Artinya, tali persaudaraan muslim Filipina sangat jarang terjadi. Mereka lebih bangga terhadap identitas masing-masing. Kendati demikian, biasanya kelompok-kelompok tersebut memiliki struktur sosial yang serupa.

Sepanjang sejarah mereka, struktur sosial-politik tersebut berdasarkan sistem datu, yang juga seperti adat, yakni sebuah lembaga dari masa sebelum kedatangan Islam. Datu itu sendiri adalah penguasa lokal (kecil), atau pangeran muda dengan kekuasaan eksekutif dan militer. Dengan kedatangan Islam, beberapa datu yang sangat kuat kekuasaannya, akhirnya menerima gelar sultan. Wajar bila ketegangan antara sultan-sultan dan datu-datu acapkali terjadi.

Tidak hanya itu, pada abad-abad yang lampau, kelompok-kelompok Islam secara tunggal membentuk kesatuan-kesatuan politik yang bebas, atau beberapa kelompok bergabung untuk membentuk berbagai kekuatan politik. Kadang-kadang di antara mereka terjadi pertarungan maupun persaingan ekonomi. Fakta demikian menunjukkan bahwa mereka berhak mengajukan segala tuntutan sosial-politik dan ekonomi dengan bebas dan adil berdasarkan kebutuhan kelompoknya masing-masing. Tak aneh jika kalangan kelompok-kelompok Islam memiliki perbedaan pendapat dalam menerapkan bentuk-bentuk lembaga keIslaman mereka. Kendati demikian, bila timbul ancaman bahaya umum dari luar, mereka tetap bekerjasama dalam pertahanan militer.

SPANYOL DAN PERANG MORO
Hal inilah yang ditunjukkan mereka ketika Spanyol berniat mengubah Filipina menjadi wilayah Katholik. Ada tiga kesultanan, yakni Sulu, Maguindanao dan Bayan yang menentang dan melawan sekuat tenaga rencana bangsa Spanyol itu. Sayang, kota Manila yang diperintah oleh kerabat Sultan Brunei Darussalam dengan begitu mudahnya direbut Spanyol.

Selanjutnya, dengan trik kekerasan, persuasi atau menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol dapat memperluas kedaulatannya ke seluruh perkampungan (barangay) Filipina yang terpencar-pencar secara luas. Konon nama Filipina sendiri diambil dari nama Raja Philipe, salah satu raja Spanyol yang sempat berkuasa. Meskipun begitu, mereka tak mampu menaklukan kesultanan-kesultanan di Selatan.

Pada saat inilah, genderang perang Kristen dan Islam bernama 'Perang Moro' mulai digelar. Politik perang sebangsa pun digulirkan. Para penjajah Spanyol membuat peta pertempuran antara indo Kristen (para pribumi Filipina yang telah ter-Kristenkan) dengan orang-orang Moro (sebutan orang-orang Spanyol untuk menamakan pribumi Filipina yang beragama Islam karena mereka mempunyai kepercayaan yang sama dengan orang-orang Moor Spanyol).

Orang-orang Moro sendiri adalah umat Islam di bagian Selatan Filipina. Struktur pemerintahannya sendiri masih berpusat pada seorang Sultan; pemimpin agama dan pemerintahan yang terikat dengan hukum Islam. Adapun datu di kalangan mereka dipercaya sebagai tokoh masyarakat yang sangat terpengaruh. Datu-lah yang juga memainkan peranan penting ditengah komunitas muslim. Moro hingga tahun 80-an. Di banyak tempat, para datu-lah yang menjalankan administrasi pemerintahan yang menggunakan syari'at Islam. Demikian sekilas kaum muslim Moro. Dengan model kepemimpinan Islam yang kuat tersebut, tentu saja kaum indo-Kristen bertambah semangat ingin menundukkan mereka.

Akhirnya, perang kedua kelompok yang masih sedarah itu menimbulkan pengaruh luar biasa di kemudian hari. Ratusan tahun kemudian, ketika masa senja kolonial Spanyol mulai surut dan Amerika datang menggantikan Spanyol. Perang Moro masih terus berlangsung. Meskipun dengan bentuk dan isi yang berbeda, namun tetap bertujuan sama.

Semua ini berawal pada tahun 1898 tatkala Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat setelah penandatanganan Perjanjian Paris. Keluar dari mulut macan, masuk mulut buaya. Begitulah gambaran yang tepat untuk melukiskan perjuangan muslim Moro.
Superioritas militer Amerika Serikat memaksa para datu yang gigih untuk tunduk pada kekuasaan Amerika Serikat. Para pejabat Amerika sendiri membiarkan Islam dan hukum adat Moro tak tersentuh, asal tidak bertentangan dengan konstitusi Amerika Serikat.

Namun, mengetahui bakal terjajah kembali, meski bentuk penjajagannwa tak tampak oleh mata, orang-orang Moro mulai kritis dan mengajukan beberapa usulan. Ketika orang-orang Filipina mulai dilatih untuk mempersiapkan pemerintahan sendiri menuju kemerdekaan, para sultan, datu, dan pemimpin agama Islam mengajukan petisi kepada para pejabat Amerika agar wilayah mereka tidak diikutkan pada negara merdeka yang direncanakan. Mereka menginginkan tetap berbeda dari Filipina Kristen, bertahan dibawah perlindungan Amerika sampai mereka dapat mendirikan negara sendiri yang terpisah.

Dan puncaknya ketika Republik Filipina resmi didirikan pada tahun 1946, orang-orang Moro dimasukkan dalam struktur politik tanpa konsultasi dan izin mereka. Tentu saja hal tersebut menuai protes tajam dari orang-orang Moro. Banyak pelanggaran hukum dan ketertiban yang mengkhawatirkan terjadi di wilayah Moro. Hingga komite Senat Filipina, pada tahun 1951, menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan situasi tersebut adalah karena kebanyakan orang Moro tidak mengidentifikasi diri mereka dengan bangsa Filipina atau tidak setuju dengan kebijakan nasional.

Terlebih pada tahun 50-an, ketika Amerika dan orang-orang Spanyol mendorog gelombang migrasi kaum Nasrani (Kristen) dari Utara ke kawasan Selatan, tempat muslim Moro menetap dan berkembang biak, pelbagai konflik agama merebak dari hari ke hari. Rata-rata mereka berasal dari ratusan kepala keluarga etnis Ilongo, Ilocano, Tagalog dan lain-lainnya. Mulai dari persoalan tanah, mata pelajaran sekolah hingga tempat ibadah menjadi bahan sengketa di antara mereka.

Karena itu, untuk mencegah konflik berkepanjangan dan merangkul kaum minoritas muslim, pada tahun 1956 pemerintah Filipina membentuk Komisi Integrasi Nasional yang selanjutnya digantikan oleh office of Muslim Affairs and Cultural Communities. Inilah organisasi yang mengurusi kepentingan muslim Filipina.

Kendati niat mulia itu sudah terwujud, namun permusuhan antara orang-orang Moro dan Indio-Kristen masih terus bergolak. Terutama sekali pada tahun 70-an, saat satu organisasi teroris Nasrani bernama Ilagas terbentuk. Awalnya organisasi ini beroperasi di Cotabatos. Namun, perlahan-lahan gerakan ini semakin menyebar. Kaum muslim lantas membentuk gerakan perlawanan yang diberi nama Blackshirt untuk menghadang kemunculan teroris tersebut. Hal serupa terjadi juga di wilayah Lanao. Di sana, kelompok muslim bernama Barracuda melakukan perlawanan terhadap Ilagas. Dan, konflik pun terus meruyak dari satu daerah ke daerah lainnya.

Konflik-konflik di atas sebetulnya diperburuk oleh beberapa faktor, antara lain; membanjirnya pemukiman Kristen ke wilayah-wilayah Muslim secara tak terkendali; penelantaran nasional yang terus-menerus terhadap aspirasi ekonomi dan pendidikan bangsa Moro; diskriminasi yang terang-terangan dalam melayani kaum muslim dikantor-kantor pada tingkat nasional; hilangnya kekuasaan politik para pemimpin Moro di daerah kekuasaan mereka semula; konflik tajam mengenai tanah antara penduduk Moro dan Kristen.

Sejumlah alasan inilah yang secara progresif meningkatkan pertikaian bersenjata antara kelompok Kristen dan Moro dimana kepolisian atau tentara biasanya memihak pada pihak yang pertama. Tak aneh, bila orang-orang Moro meneriakkan isu "pembersian etnis" untuk menarik simpati Dunia Muslim.

Maka ketegangan itu mengalami puncaknya pada tahun 1972. Kala itu, saat Presiden Ferdinand Marcos tengah menerapkan hukuman mati dengan diikuti usaha-usaha melucuti senjata orang-orang Moro, muncul pemberontakan secara terbuka. Gerakan pembebasan yang paling mendapat dukungan luas ialah Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dengan kelompok militer mereka, Tentara Bangsa Moro (BMA) yang dipimpin oleh Nur Misuari, mantan pengajar dari Universitas Filipina. Organisasi inilah yang kemudian banyak mendapat sambutan dunia Islam. Baik media massa cetak maupun elektronik dari pelbagai negara pernah menceritakan aktifitas revolusioner-radikal MNLF.

Dampak pemberitaan media memang luar biasa. Beberapa negara Islam turut prihatin atas nasib orang-orang Moro. Maka, Organisasi Konferensi Islam (OKI) bersama mediasi Libya mempengaruhi pemerintah Filipina dan MNLF guna menandatangani Perjanjian Tripoli pada 1976, yang memberi suatu bentuk otonomi khusus bagi tiga bekas provinsi yang berpenduduk Muslim.

Namun, baik otonomi yang diberikan oleh rezim Presiden Marcos pada 1977 maupun otonomi di bawah pemerintahan Corazon Aquino pada 1989 tidak memuaskan harapan OKI dan tuntutan MNLF. Tak heran, pada tahun itu pula, MNLF memperbaharui tuntutannya untuk memisahkan diri dari Filipina sambil mencari status keanggotaan OKI.

Walhasil, terobosan paling signifikan adalah ketika wilayah otonomi Muslim Mindanao terwujud pada tahun 1990 yang secara langsung memberikan peluang bagi kaum Muslim untuk mengatur beberapa aspek pemerintahan di luar bidang Keamanan dan Luar Negeri. Itu pun karena Mindanao termasuk salah satu daerah yang susah ditundukkan penjajah.

MUSLIM FILIPINA MASA KINI
Kendati telah terluka oleh kolonialisme Spanyol dan Amerika, kaum muslim Filipina terus berusaha menghidupkan kebudayaan dan peradaban baru sesuai harapan dan cita-cita mereka. Di negeri yang memiliki 7000 kepulauan dan 100 dialek bertutur ini, kaum muslim Filipina pelan-pelan mengumpulkan kembali sisa-sisa kemajuan Islam dahulu kala. Baik fisik maupun non-fisik.

Pada tingkat fisik, misalnya. Banyak masjid dan madrasah baru didirikan berdasarkan bantuan dari organisasi-organisasi Muslim luar. Bahkan, dewasa ini terdapat 1500 madrasah yang sudah berdiri, tetapi kebanyakan tidak lebih dari tingkat menengah saja. Tidak hanya itu, pemerintah Filipina sendiri memberikan beasiswa untuk para pelajar Moro yang berprestasi. Sementara pemerintah Mesir menawarkan beasiswa bagi orang-orang Moro untuk belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo. Untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Moro, guru-guru Muslim dari luar negeri pun mulai berdatangan untuk mengajar di wilayah Moro selama beberapa tahun.

Wajar bila orang-orang Moro banyak yang mulai berkarir di pemerintahan Filipina, meskipun baru sebatas diterima pada posisi-posisi puncak Departemen Kehakiman dan Departemen Urusan Luar Negeri saja.

Di lain hal, pada tahun 1977, Undang-Undang Hukum Perdata Muslim Nasional, dengan satu pasal mengenai mufti, disahkan, meskipun tidak semua kantor peradilan dan wilayah syari'at memberlakukan undang-undang tersebut. Selanjutnya pada tahun 1981, sebuah Kementrian Urusan Islam (Office of Muslim Affairs) pertama dibentuk.

Dari kantor inilah diketahui, orang-orang Filipina banyak yang kembali memeluk Islam. Dalam bahasa Tagalog, bahasa Nasional Filipina, mereka disebut kaum 'Balik Islam'.
Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dengan dunia Islam.

Demikianlah kondisi terakhir Islam di Filipina. Walaupun sekarang muslim Filipina hanya menempati posisi penduduk kelas dua, namun usaha untuk merajut kembali sejarah yang pernah terkoyak masih terus berlanjut. Terutama sekali, upaya membangun kehidupan sosio-ekonomi orang-orang Moro agar lebih baik dari hari kemarin.
Wallahu 'alam bil shawab.

Dari Majalah Hidayah edisi spesial Idul Fitri 1425 H.

Minggu, 14 April 2013

MUHAMMADIYAH DAN NU :SIAPA LEBIH MAJU ? (Suatu Kajian Perbedan dan Persamaan antara Keduanya serta Cara-cara yang Positif untuk Mengurangi Perbedaan)

Meminjam istilah Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pada judul di atas sengaja penulis angkat, bukan untuk mempertajam perbedaan, atau untuk mengundang konflik dan pertikaian tajam, namun semata-mata untuk membuka cakrawala berpikir kita, memahami keberagaman sekaligus agar memiliki daya tarik tersendiri. Sebab ketika penulis mencoba mewawancari salah seorang pengurus cabang Nahdhotul Ulama tentang tema NU dan Muhamamdiyah, beliau menyampaikan bahwa antara NU dan Muhammadiyah tidak menarik lagi untuk didiskusikan, sebab menurut beliau antara NU dan Muhammadiyah tidak ada masalah lagi, bahkan kalangan pengurus pusat baik NU maupun Muhammadiyah sudah nampak rukun, bergandengan tangan, bahkan harmonis, walaupun di akar, rumput atau pada masyarakat bawah kadang kala masih terjadi sedikit perbedaan. Hal tersebut perlu dipahami dan dimaklumi karena memang NU dan Muhammadiyah mempunyai perbedaan baik latar belakang kelahirannya, basis massanya, maupun cara dalam penetapan dan pemahaman hukum.
Tidak diragukan lagi, bahwa Muhammadiyah dan NU merupakan organisasi terbesar di Indonesia.Sebagian pengamat bahkan mengklaim, keduanya merupakan organisasi kaum muslim terbesar di seluruh dunia Islam. Dan lebih dari itu, keduanya sekaligus menjadi organisasi tertua, yang eksistensinya tidak pernah terputus sejak dilahirkan, masing-masing pada dekade kedua dan ketiga abad ini.
Tentu tidak berlebihan atas klaim dari kebesaran kedua organisasi ini. Jika kita lihat dan kita saksikan bagaimana Muhammadiyah dan segenap perangkat anak-anak organisasinya, sekaligus medan garapannya, kemanapun kita menoleh, tak ayal lagi akan kita saksikan papan nama Muhammadiyah, dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, SMP, SMU, SMK, Perguruan Tinggi (dalam bidang pendidikan), Panti Asuhan, masjid-masjid, bahkan rumah sakit dan poliklinik-poliklinik (dalam bidang sosial – keagamaan). Demikian klolosalnya kelembagaan yang dimiliki oleh organisasi ini, sehingga angka pasti jumlah sekolah dan amal Muhammadiyah lainnya di seluruh Nusantara misalnya, sulit diperoleh bahkan dari data Muhammadiyah sendiri sampai saat ini.
Demikian juga, jika kita palingkan pandangan ke NU, akan kita saksikan begitu banyaknya pesantren yang bernaung di bawah organisasi ini. Anak-anak organisasi NU juga tidak kurang banyaknya, dari pelajar, mahasiswa, pemuda sampai wanitanya. Organisasi yang oleh banyak ahli digolongkan sebagai tradisionalis ini, ternyata tidak pernah layu dalam arus modernisasi Indonesia yang demikian kencang dalam beberapa dasawarsa ini, walaupun kaum muda NU ada sebagian yang menerima arus modernisasi.
Muhammadiyah sejak awal kelahirannya mengibarkan bender modernisme Islam. Bahkan disebut sebagai gerakan pembaharu sekaligus pemurnia ajaran Islam yang terkenal dengan gerakan pemberantasan TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Churofat). Dan pada awalnya organisasi ini mngehidnarkan diri dari politik praktis, ia memusatkan kegiatan pada purifikasi hukum Islam, dakwah, pendidikan dan kegiatan sosial lainnya, meskipun sebagian pengurusnya ada yang terjun langsung ke kancah dunia politik.
Sementara kelahiran NU, sering disebutkan sebagai reaksi terhadap modernisme Islam, yang dalam hal ini diwakili Muhammadiyah. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU sama sekali tidak canggung dalam percaturan perpolitikan. Bahkan sejak pemilu pertama Nu sudah bermain politik, sehingga pada masa Orde Baru, NU dengan lincah bermain di panggung politik Indonesia. Konsekwensi keasyikan dengan politik ini sering mengakibatkan NU lupa pada kegiatan penddiikan dan dakwah. Ini terlihat dari sedikitnya jumlah sekolah, rumah sakit, dan pusat pelayanan umum lainnya yang dimiliki oleh organisasi ini.
Muhammadiyah lebih sering disebut sebagai gerakan struktural yang lebih mengedepankan profesionalisme, sehingga kadangkala nampak pro dan kooperatif baik dengan pemerintah, penjajah (Belanda) maupun kaum Kristiani.
Sebaliknya NU yang sering disebut gerakan kultural disamping mempunyai basis di masyarakat pedesaan yang memelihara adat-istiada cenderung non kooperatif khususnya kepada penjajah (pada awal pertumbuhannya) maupun kaum Kristiani.
Menurut hemat penulis hal tersebut wajar terjadi, sebaba bagi kedua organisasi ini mempunyai latar belakang yang berbeda. Dan perlu disadari bahwa kedua organisasi besar ini tentu mempunyai kelebihan-kelebihan masing-masing (kalau tidak mau disebut mempunyai kekurangan). Sebagai gerakan organisasi sosial kemasyarakatan dan dakwah dalam perjalanannya tentu banyak memiliki persamaan-persamaan, yang sekaligus mengiringi pula perbedaannya. Namun menurut hemat penulis perbedaan-perbedaan tersebut dalam perjalanannya merupakan upaya untuk saling mengisi dan melengkapi. Pertanyaan yang timbul sebenarnya bukan perbedaan-perbedaan apa saja yang muncul tapi menurut hemat penulis kiprah dan amal nyata apa saja yang lebih banyak dilakukan dan diperbuat oleh kedua organisasi besar ini, yang bermnafaat bagi ummat, sehingga nantinya akan melahirkan pola “fastabiq al-khoirot”. Bukan saling sibuk mencari pembenaran bagi organisasinya dan sibuk menyalahkan organisasi orang lain (ekstospeksi) namun berupaya menanyakan banyak mana amalan nyata yang dapat disumbangkan bagi kemaslahatan, kejayan dan persatuan ummat Islam (ukhuwah Islamiyah). Sehingga dalam tulisan sederhana ini sengaja tidak mengangkat perbedaan masalah qunut atau tidak, tahlil atau tidak, usholli atau tidak, kabiron atau allahumma bait baini dan sebagainya, karena menurut penulis hal tersebut telah selesai dibahas oleh ahli mereka masing-masing dan mereka pu mempunyai dasar dan argumen yang sama-sama kuat, yang menjadi PR adalah mengapa aku begini dan dia begitu. Sehingga pada akhirnya akan tumbuh sifat saling memahami perbedaan yang terjadi.
B. Pembahasan
Kembali kepada pertanyaan, Muhammadiyah dan NU: mana yang lebih maju ?. Harus diakui, bahwa pola pergerakan Islam di Indonesia dalam dasa warsa terakhir, mengalami perubahan-perubahan besar. Perkembangan ini bukan saja akibat dari perubahan-perubahan sosial-ekonomi yang berlangsung demikian pesat, tetapi lebih disebabkan oleh berbagai kebijaksanaan politik yang ditempuh pemerintah. Dalam konteks itu misalnya, pergeseran NU kembali ke khittoh 26 dan refungsionalisasinya sebagai organisasi dakwah dan pendidikan, jelas tidak terlepas dari perubahan-perubahan, termasuk dalam paradigma-paradighma politik Indonesia. Dengan sepenuhnya menanggalkan dimensi politiknya, NU sederhananya, ingin difungsikan sebagai LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang berupaya membangkitkan partisipasi, kreativitas masyarakat untuk memperbaiki diri mereka kearah kondisi sosial ekonomis yang lebih baik.
Dalam kerangka pergeseran paradigma fungsi tadi, kita kemudian bias memahami, mengapa NU, misalnya bereaksi lebih cepat dalam merebut kesempatan pengembangan sosial-ekonomi yang terbuka akibat deregulasi system perbankan nasional. Tanpa sungkan NU bekerjasama dengan Summa-Group yang semua orang tahu dimiliki oleh pihak non-muslim, padahal sebelumnya NU anti/non-kooperatif dengan non-muslim. NU juga mengesampingkan perdebatan klasik tentang bunga bank. Dalam waktau yang tidak terlalu lama, Nusumma berhasil diwujudkan dan maulai melayani nasabah di beberapa tempat.
Muhammadiyah, pada pihak lain, tentu tidak banyak mengalami perubahan akibat pergeseran-pergeseran perspektif politik tanah air. Ia memang organisasi non politis secara bawaan (pada mulanya). Sehingga Muhammadiyah terkesan tanpa perubahan, kalau tidak dapat dikatakan mandeg. Apalagi dengan keasyikannya dalam bidang-bidang yang secara tradisional merupakan garapannya, khususnya pendidikan, dakwah, dan penyantunan sosial, Muhammadiyah seolah-olah lebih asyik dengan apa yang disebut rutinisme oleh kalangan-kalangan organisasi ini sendiri.
Melihat perubahan-perubahan di NU, yang mengesankan terjadi pencuatan dinamika dan responsi dalam menghadapi masalah-masalah umat, sementara Muhammadiyah asyik dengan kerutinannya, tidak heranjika kemudian sementara orang mulai mengajukan pertanyaan, kini, manakah yang lebih maju ? Muhammadiyah atau NU ? Dengan hanya berpegang pada sikap responsif NU yang dikemukakan tadi, sebagian orang dengan sedikit tergesa-gesa menggariskan kesimpulan: NU kini ternyata lebih maju dari Muhammadiyah. Harus diakui, penilaia tidak bisa dilakukan hanya melihat satu dimensi belaka dari kedua organisasi ini. Agaknya, sebelum memberikan penilaian, perlu rumusan yang disepakati tentang tolok ukur (standar) apa yang akan digunakan, dan kemudian aspek-aspek mana pula yang akan dijadikan penilaian. Ketidakjelasan tolok ukur pada gilirannya hanya akan menimbulkan kesimpulan-kesimpulan yang perlu dipertanyakan.
Sebab jika kita melihat sisi lain, tentang keterlibatan kedua organisasi besar ini terhadap politik praktis pada wal pertumbuhannya maka akan mempunyai dampak bagi perjuangan dan pergerakan usaha dakwah dan sosialnya. Ketika NU sejak awal melibatkan diri secara langsung ke kancah dunia politik, maka banyak agenda besar dakwah yang kurang mendapat perhatian, lain halnya Muhammadiyah yang memang secara continue serius memperjuangkan agenda pergerakkan organisasinya, sehingga nampak amal usahanya lebih banyak dan maju, baik sekolahan, panti asuhan, panti jompo, rumah sakit, maupun amal usaha lainnya.
Atau sebagai gambaran konkrit yang disampaikan oleh Mitsuo Naka Mura tentang Muhammadiyah, beliau memberikan komentar, Muhammadiyah adalah gerakan yang mempunyai banyak wajah, dari jauh tampak doktriner, tetapi dilihat dari dekat, kita menyadari bahwa ada sedikit sistematisasi teologis. Apa yang ada disana agaknya merupakan suatu susunan ajaran moral yang diambil langsung dari al-Qur`an dan Hadits. Nampak eksklusif jika dipandang dari luar, tapi sesungguhnya sangat terbuka bila berada di dalamnya. Secara organisatoris nampak membebani, akan tetapi sebenarnya Muhammadiyah merupakan suatu kumpulan individu yang sangat menghargai pengabdian pribadi. Nampak sebagai organisasi yang sangat disiplin, akan tetapi sebanarnya tidak ada alat pendisiplinan yang efektif, selain kesadaran masing-masing. Nampak agresif dan fanatic, akan tetapi sesungguhnya cara penyiarannya perlahan-lahan dan toleran. Dan akhirnya, tetapi barang kali paling penting, nampak anti-Jawa, akan tetapi sebenarnya dalam banyak hal menunjukkan sifat baik orang Jawa. Barang kali kita bias mengatakan di sini, kita mempunyai satu kasus dari agama universal, seperti Islam yang menjadi tradisi agama yang hidup di lingkungan Jawa.
Yang perlu digaris bawahi, dari perbedaan dan stressing dari kedua organisasi besar ini adalah bagaimana agar kedua gerakan ini tidak menjadikan organisasi sebagai identitas diri, namun tetap menganggap sebagai wahana/sarana saja. Jadi kepentingan dan nilai etika Islam universal yang harus didahulukan. Sebab jika kepentingan organisasi dan identitas yang didahulukan akan menimbulkan manipulasi atas nama Islam melalui tafsir-tafsir sepihak.
Ketika kedua kelompok ini tidak menonjolkan identitas organisasinya, maka kedua gerakan ini akan lebih mudah bekerja sama secara mutual-simbolis, dan akan segera bubar ketika keduanya mulai menampakkan dan menonjolkan identitas organisasinya masing-masing. Persoalan ini akan lebih kompleks ketika semua tradisi dan wilayah kehidupan sosial atau ritual telah dipetakan ke dalam identitas NU atau Muhammadiyah.
Sebagai organisasi atau pergerakan yang sama-sama bergerak, sama-sama berbuat untuk umat, sama-sama berdakwah, sama-sama memperjuangkan masa depan dan eksistensi dari Islam itu sendiri, juga sama-sama berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits, jika kita ibaratkan seperti dua orang yang sama-sama berjalan, tentu dalam situasi dan kondisi tertentu, orang pertama mungkin berada di depan/lebih maju, namun dalam situasi dan kondisi yang lain, mungkin orang kedua yang berada di depan/lebih maju. Ada saatnya sedang istirahat, rehat, menyusun dan mengatur strategi perjalanan, ada saatnya sedang mengalami dan menghadapi hambatan, tantangan, ancaman, gangguan, atau masalah baik dari internal maupun eksternal, ataupun mungkin sedang merekontruksi ulang, maksud, tujuan, arah kebijakan, kepengurusan/pembagian kerja, atau justru sibuk menyiapkan modal dan bekal perjalanan berikutnya.
Demikian juga dalam perjalanan pergerakan kedua organisasi Muhammadiyah dan NU, ada saatnya dalam situasi, kondisi dan bidang tertentu mungkin Muhammadiyah lebih maju, lebih tanggap, lebih banyak berkiprah dan berbuat untuk umat, dan mungkin lebih nampak profesionalismenya. Namun pada situasi, kondisi dan bidang yang lain mungkin NU-lah yang lebih maju, lebih peduli, lebih luas bassis pendukungnya, lebih mudah diterima, dan sebagainya.
Menurut hemat penulis, dalam bidang kiprahnya, kedua organisasi ini mempunyai pemetaan bidang garapan masing-masing. Jika Muhammadiyah lebih cenderung peningkatan profesionalismenya sehingga menghasilkan mutu atau kualitas dari pengikut, anggota maupun organisasinya. Nampaknya NU lebih cenderung meningkatkan dalam hal jumlah pendukungnya atau kuantitasnya. Sehingga jika kedua organisasi besar ini bersinergi, bekerja sama dan menjalin ukhuwah yang kuat maka tentu akan lebih banyak berbuat untuk Islam. Dengan kualifikasi jumlahnya besar dan mutunya baik. Ketika kembali kepada permasalahan yang diajukan pada judul di atas, Muhammadiyah dan NU: mana yang lebih maju, maka jawabnya adalah sama-sama maju, sama-sama berbuat, berkiprah, dan mempunyai bassis pendukung yang kuat, saling mengisi, saling melengkapi kekurangan, dan saling berfastabiq al-khoirot.
Dan perlu dipahami bahwa keberagaman umat Islam adalah rahmat berlaka, “ikhtilafu ummati rahmah”. Jadi perbedaaan bukan untuk dibesar-besarkan, melainkan dihormati, dan diapresiasi – karena memang realitas perbedaan itu mustahil dielakkan. Dan ini tidak terbatas pada NU dan Muhammadiyah, jika keragaman kita sepakatia sebagai rahmah, maka adanya usul penyatuan organisasi-organisasi Islam lainnya, yang dianggap kecil – semcam Persis, Tarbiyah Islamiah, atau apa saja – ke dalam NU atau Muhammadiyah, boleh dianggap sebagai usul yang mengada-ada. Ukhuwah tidak mesti diwujudkan dengan fusi. Biarlah seribu mawar merekah mengharumkan gerak Islam di Nusantara ini. Namun demikian orientasi kepada perintah untuk tetap bersatu seperti dalam al-Qur`an surat Ali Imron ayat 103-105, patut senantiasa untuk menjadi pijakan :
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah kamu berserai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan ketika itu, kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah merangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk” (103)
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan ornag yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (104)
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang berserai berai dan berselirih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itula orang-orang yang mendapat adzab yang berat” (105)
sehingga akan jelas nampak, siapa yang benar-benar kawan seperjuangan dan siapa yang lawan perjuangan, tidak akan terjadi kawan dijadikan lawan dan justru lawan dijadikan kawan, kecuali strategi perjuangan saja.
Kasus-kasus pahit dan memalukan, seperti pembakaran, pengrusakan, atau tindakan anarkhis dan arogan terhadap kedua organisasi besar ini tidak a kan terulang lagi.
Ketika Islam lebih didahulukan dari pada golongan, organisasi atau aliran maka ukhuwah Islamiyah yang didambakan bersama akan lebih mudah direalisasikan dan diwujudkan, namun sebaliknya jika organisasi, golongan atau aliran yang lebih didahulukan atau ditonjolkan dari pada Islamnya, maka justru perpecahan, perselisihan atau perdebatan panjang yang akan terjadi. Maka disini peran aktif dari pengurus dan penanggung jawab atau tokoh dari masing-masing organisasi besar ini sangat diharapkan dan diaktualisasikan. Jangan samak membuat opini yang menimbulkan fanatisme buta bagi pengikut dan pendukungnya. Barang kali – walaupun tidak selamanya tepat – slogan bersatu dan bekerja sama terhadap hal-hal yang sama, dan toleransi, apresiasi disosialisasikan. Sikap ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling menolong), takaful (saling menanggung dan ta’afun (saling memaafkan) barang kali patut diwujudkan bersama antara kedua organisasi besar ini. Sehingga kekuatan dan kesatuan serta kejayaan Islam, khususnya di Indonesia segera terealisasi.
C. Penutup dan Kesimpulan
Dari uraian pendahuluan dan pembahasan tersebut jelaslah bahwa dua organisasi besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah (yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta) dan NU (yang dipelopori oleh Hadhratus Syekh Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari tahun 1926 di Surabaya) mempunyai perbedaan dan corak dalam perjuangan pergerakannya.
Jika NU berbasiskan massa pesantren di hampir seluruh Nusantara, menjadikan sebuah gerakan cultural yang sangat berkembang, solid dalam bidang kekerabatan internal yang disebbakan oleh seperguruan dalam menimba ilmu agama (pesantren tempat mereka belajar) sebab nasab (keturunan) dan silaturrohim yang dijalin. Maka Muhammadiyah lebih dikenal sebagai organisasi modernis/pembaharuan dan bersifat structural-profesional. Bidang usahanya di berbagai bidang kehidupan umat, yang memberikan titik tekan pada dunia pendidikan (umum) kegiatan sosial-keagamaan dan gerakan amar ma’ruf nahi munkar.
Walaupun mempunyai bidang garapan yang berbeda, metodologi yang berbeda, bassis yang berbeda, peta wilayah yang berbeda, sistematika organisasi yang berbeda, dan system pemahaman ajaran Islam yang sedikit ada perbedaan, namun hakekatnya yang diperjuangkan adalah sama, yaitu Islam dan umat Islam, satu tujuan, satu agama, datu kitab dan satu Tuhan.
Untuk itu perbedaan-perbedaan yang ada tidak perlu di besar-besarkan dan di peruncing, namun sekarang yang perlu dijawab bersama adalah sejauh mana kiprah atau manfaat yang dapat diberikan dan disumbangkan kepada umat dan Islam itu sendiri. Amal nyata apa yang dapat diberikan dari kedua organisasi besar ini, sehingga sifat fastabiqul khoirot, saling mengisi, saling melengkapi, saling bekerja sama, dan saling berlomba berbuat yang berharga, bernilai dan bermanfaat bagi umat Islam dan Islam itu sendiri, bagi kelangsungan dan eksistensi sekarang dan masa yang akan datang.
Sebagai penutup, seperti yang diharapkan dari penugasan pembuatan makalah ini, penulis mencoba memunculkan ide sederhana untuk mengurangi perbedaan dari kedua organisasi – Muhammadiyah dan NU, dalam menatap harapan masa depan, yaitu :
1. Antara kedua golongan, ketika mempertanyakan dan mempermasalahkan sesuatu, jangan sebatas, apa dimana, kapan atau siapa saja, namun perlu diperluas dan dikembangkan menjadi, mengapa/kenapa demikian, lebih banyak bermanfaat mana, mengapa terjadi, mengapa bisa begitu dan analisis-analisis kritis lainnya, sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut nanti akan dapat memahami perbedaan, lebih bijaksana dan memotivasi dan mendorong untuk ber “fastabiqul al khoirut”.
2. Sifat introspeksi harus lebih didahulukan dari pada sifat ekstrospeksi, maksudnya menilai dan mengevaluasi organisasinya organisasi orang lain. Jika ini yang kita lakukan maka kita akan lebih berupaya memperbaiki diri sendiri, mengakui kekurangan sendiri, berupaya memperbaiki dan membina kader penerus pergerakan organisasinya, memperbaiki sistemnya dan segera berbuat untuk kemaslahatan ummat, bukan justru sibuk mengurus rumah tangga orang lain yang belum tentu lebih parah dari rumah tangga sendiri.
3. Bagi tokoh dan pemimpin organisasi harus senantiasa menunjukkan, membuktikan dan mewujudkan sifat dan sikap persatuan dan persaudaraan sebab pada dasarnya organisasi Islam itu bersifat komplementer – saling melengkapi, saling mengisi dan saling membutuhkan. Sikap merasa benar sendiri, sifat fanatisme golongan yang berlebihan, sedikit-demi sedikit perlu diminimalisir.
4. Keberadaan organisasi-organisasi Islam dalam hal ini Muhammadiyah dan NU mempunyai arti yang sangat penting bagi umat Islam di Indonesia, sehingga perlu mendapat kontrol dan perhatian yang lebih dari umat Islam Indonesia, agar tidak terjebak kepada kepentingan sesaat, yang dapat mencoreng agama Islam. Dalam bidang akademis, harus ada penelitian yang bersifat kontinue terhadap organisasi-organisasi Islam agar mendapat masukan dalam kerangka akademis untuk menunjang kemajuan organisasi-organisasi Islam, khususnya Muhammadiyah dan NU. Wa ‘Allahu a’alam bis showab”.
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Depok: Al Huda, Kelompok Penerbit Gema Insani, 2002.
Abdullah, Taufiq, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989.
Ali, Fachry, Golongan Agama dan Etika Kekuasaan, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Ali Riyadi, Ahmad, Dekontruksi Tradisi Kaum Muda NU Merobek Tradisi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Amsyari, Fuad, Masa DepanUmat Islam Indonesia Peluang dan Tantangan, Bandung: Al Bayan, 1993.
Anam, Khoirul, Legitimasi Politik Tuhan, Yogyakarta: Cipta Kumala Pustaka, 2007.
Azra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta dan Tantangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
Djamil, Abdul, Perlawanan Kiai Desa, Yogyakarta: LKiS, 2001.
Horiskoshi, Hiroko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987.
Marijan, Kacung, Quo Vadis NU, Setelah Kembali ke Khittoh 1926, Jakarta: Erlangga, 1992.
Mulkan, Abdul Munir, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya, 2000.
__________________, Moral Politik Santri Agama dan Pembelaan Kaum Tertindas, Jakarta: Erlangga, 2003.
Mukhdlor, Zuhdi A, NU dan Beberapa Soal Keagamaan, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1992.
Nakamura, Mitsuo, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin, Studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kota Gede Yogyakarta, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983.
Shihab, Ali, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1999.
Suryanegara, Ahmat Mansur, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998.
Risalah Nahdlotul Ulama, no 3/Thn I/Rajab 1428 H, Jakarta: Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU), 2007.
Zainab, Siti, Nyai, Kiai dan Pesantren, Yogyakarta: Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF), 2002.

Sumber : noerhayati.wordpress.com
















Jumat, 05 April 2013

Catatan Ringan

Seringkali orang menyangka bahwa semakin kita bisa menuntut ilmu ditempat yang lebih bagus dan terkenal, akan semakin terlihat pintar. Ada juga yang menyangka bahwa ketika seseorang pergi menuntut ilmu diluar negeri, semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan jabatan kerja yang lebih tinggi. Apakah semua "teori" itu benar? Apa yang sebenarnya membuat semuanya berbeda?

Ada beberapa hal lain yang harus kita ingat sebagai manusia dibandingkan dengan gengsi. Saya pun tidak menyangkal bahwa saya juga memiliki rasa gengsi, yang tentu dipunyai oleh semua orang. Tapi bagaimana kita mengendalikannya? Itu hanya kita yang tahu. Namun yang saya ingin jelaskan adalah bagaimana kesuksesan seseorang terbentuk berdasarkan basic elements of life.

Kita semua bisa menjadi orang sukses kapanpun dan dimanapun, selama kita ada niat dan usaha untuk mewujudkan keinginan tersebut. Dan menurut saya, kesuksesan seseorang tidak ditentukan oleh dimana kita menuntu ilmu kita, tetapi bagaimana kita menerapkan pengetahuan tambahan yang kita peroleh saat kita masih di bangku sekolah/kuliah untuk menemukan jalan yang "cerah" untuk masa depan kita.

Jangan pernah gampang menyerah dan putus asa dalam melakukan sesuatu. Itu adalah salah satu hal dasar agar kita bisa menjadi orang yang membanggakan. Satu kali kegagalan bukanlah sebuah keguguran, namun melainkan sebuah kesempatan agar kita tidak melakukan kesalahan yang telah kita perbuat demi masa depan. Pemikiran tidak mudah menyerah dan putus asa juga di dukung oleh sifat optimistik tentunya. Ketika kita menjadi orang yang pesimis, akan lebih susah untuk kita melakukan sesuatu karena kita sudah "takut" sebelum mencoba. Saya beberapa kali pernah menjadi orang yang pesimis, namun apa yang saya dapat? Saya tidak maju-maju. Begitu saya menemukan jalan dan seketika saya mendapatkan energi positif yang sebenarnya saya kontrol di dalam pikiran saya, apa yang saya harus lakukan bisa terlaksana. Sekali ada pikiran untuk menyerah? Coba anda pikirkan lagi waktu yang sudah terbuang percuma begitu anda menyerah. Apakah anda akan membuangnya begitu saja? Atau anda akan melakukan sesuatu untuk bisa terus berjalan?

Luck. Keberuntungan adalah sebenarnya faktor yang percaya-tidak-percaya. Namun, keberuntungan cukup menempati posisi penting dalam mengerjakan sesuatu. Tapi faktor tersebut jangan dijadikan acuan, sehingga anda berfikir anda selalu menjadi orang yang tidak beruntung. Teruslah berusaha mencari sampai suatu saat nanti anda bisa meraih mimpi tersebut dan didukung oleh faktor keberuntungan. Yang harus diingat adalah segala sesuatu tidak akan dengan mudahnya terjadi ketika kita tidak bisa memahami dan mengerti proses yang harus dilakukan dan tepatnya didukung oleh niat serta usaha yang kuat.

Hal terakhir yang saya kira perlu diingat oleh semua orang adalah, jangan terpaku dengan dimana anda menuntut ilmu. Semua tempat itu sama, yang membuatnya menjadi beda adalah karena apa yang kita terapkan di dalam diri kita dan bagaimana kita menerapkannya. Jadi, jangan mudah terpengaruh dengan sifat-sifat pesimistik. Karena, saya yakin semua orang bisa menjadi sukses ketika mereka ingin dan mau menjadi orang sukses. Segala cara akan dilakukan untuk bisa mewujudkan impiannya. Namun yang perlu diingat adalah, ketika anda sudah mencapai titik kesuksesan tersebut, bersyukurlah. Karena sewaktu-waktu, segala sesuatu yang anda punya bisa dihancurkan dalam sedetik. Jangan terbutakan oleh dengan apa yang anda punya. Dan yang terpenting, anda harus mengenali diri anda agar tau seberapa berharganya diri anda untuk membantu sesama.

Semangat bekerja, semangat belajar. Kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa kita dapat di kemudian hari, tetapi teruslah berusaha dan berniatlah untuk mengejar sesuatu yang berguna. Semua orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Tidak akan mungkin semua orang setuju dengan yang kita pikirkan. Tetaplah berpikir positif. Keep on trying. I know we can..

Based On True Thing


"Aku mau ini, aku mau itu. Aku hari ini akan melakukan ini..itu..Tapi malas ngerjainnya hari ini."

Kata-kata tersebut seringkali keluar dari mulut kita. Tapi seberapa sering kah kita menunda sesuatu yang sebenarnya harus kita kerjakan? Dalam kehidupan, attitude makes all the difference. Kalau kita menetapkan sesuatu dengan penglihatan yang positif, maka kita akan mengetahui mengenai diri kita, orang lain, dan dunia lebih dalam. Kita akan merasakan bahwa kehidupan itu bukanlah sesuatu yang sulit untuk di jalani, namun kita akan lebih melihat dari sisi dimana kehidupan itu bagaikan petualangan to discover how far you can evolve in your lifetime. Kehidupan kita bagaikan sebuah art yang kita buat sendiri. Through awareness, choice, and change, we can create ways of thinking and being that produce greater happiness, creativity, wisdom, and fulfillment.

"Today, I will.." adalah sebuah kalimat yang belum selesai, dalam arti kata, setiap orang mempunyai rangkaian kata yang berbeda-beda untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Dan 3 kata yang sangat simple yang bisa merubah hari kita, jalan pikiran kita, dan pilihan kita untuk kemanakah arah kita melangkah. By choosing a positive path, you add excitement, fascinating challenges, and meaning to each day. Dan dengan tiga kata tersebut, banyak sekali yang bisa kita lakukan agar hari-hari yang dijalani semakin indah dan bermakna. Mungkin tidak selamanya akan selalu menyenangkan, tetapi selama kita bisa menerima semuanya dengan ikhlas dan menjalani nya dengan enjoy, semua pasti akan ada hasil yang didapat. How far can you develop as a person over the remaining years of your life?

“Now is the only time there is. Make your now wow, your minutes miracles, and your days pay. Your life will have been magnificently lived and invested, and when you die you will have made a difference.” – Mark Victor Hansen

The past is past and this day is new; filled with possibilities and opportunities. A good day lies within our power to create. By encouraging and being kind to youself, kita bisa mebuat hari ini menjadi hari baik untuk kita. Janganlah kita terpaku kepada sesuatu hal yang 'tidak bekerja' sama sekali. Focus on what is working, rather than what is not working. Jika dari awal kita memulai hari kita dengan sebuah pikiran, "this is going to be a bad day", maka untuk seharian penuh pun, you are determined to prove it. Do good days become bad when an interaction goes wrong or feel stuck trying to solve a problem? Tidak. Ketika masalah datang, ada baiknya untuk melihatnya dari sisi pandang lain, jangan hanya dari sisi buruknya saja. Terkadang pola pikiran kita terbentuk dengan segala sesuatu yang buruk. We often get back from others what we given them. Tidak semua orang suka dengan kita, tapi dengan berusaha untuk melakukan yang terbaik, maka kita sudah (setidaknya) membuat hari yang dilalui menjadi lebih indah.

Each of us can easily offer help to others. We might serve others without wanting anything in return but the good feeling of having helped. Aware of valued relationships. Important connections between people can be eroded by simple neglect. Sering kali kita mau menang sendiri tanpa memikirkan orang lain. Dan hal tersebut yang seharusnya dihindarkan. Namun sebelum memikirkan hubungan dengan orang lain, alangkah lebih baiknya jika kita introspeksi diri. Discovering what you like and you will create a more affectionate bond with yourself. And knowing you are in a more loving relationship with yourself, you will approach other relationships with a more positive spirit.

Attention to learning accelerates personal change. Sering kali kita dengar kalau pengalaman adalah guru yang paling berharga untuk kehidupan. Dan dari pengalaman pula kita bisa explore what we need to learn about ourselves so we can be happier, more contented, and more creative. Learn something. Knowing that time no matter what we do; just keep learning. Sekali kita sudah memulai untuk bisa menerima bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah pelajaran untuk kita, you will discover how much fun it is to learn :)

We cannot control what people say and do to us, but we can control our thinking and how we respond. Choose thoughts carefully. A happy life arises naturally when we cultivate a happy mind. Manage our thinking so our responses to others are not just automatic reactions but are what we choose. We become who we say we are. The stories we tell about ourselves and our lives have consequences. Kita adalah pengarang dari cerita kita sendiri, dan kita bisa menulisnya kembali dengan cara melakukan revisi; revisi kehidupan kita. Making one small change in the way we think and behave can produce big results over the long term. By taking one small step in a positive direction, I will set a chain of events that will change and improve my life :)

However, the most important thing is love myself. We are less important tan we would like to be, but also far more special than we realize. It is good for us to honor ourselves for getting through the tough times. Kita sering kali membandingkan kehidupan kita dengan orang lain and then feel inadequate when we fail to measure up. Instead of worrying about how I measure up, think and behave in ways that cheer me up..

A perfect day can be treated. Semua tergantung kepada diri kita sendiri, bagaimana kita mau menjalanin hari yang akan kita lalui. Selesaikanlah kalimat "Today, I will" dengan cara kalian sendiri. Begitu kalian sudah menjalaninya, nikmatilah. Karena itu semua adalah bagian dari kehidupan Let's face and enjoy it....

Kamis, 04 April 2013

Peta Penyebaran Penutur Bahasa Spanyol



Peta Penyebaran Penutur bahasa Spanyol
Pengucapan bahasa Spanyol hampir sama dengan penulisannya. Cukup mudah bila dibandingkan dengan bahasa Inggris. Ini terjadi karena peraturan pengucapan dalam bahasa Spanyol hanya sedikit, setiap huruf dalam alphabet bahasa Spanyol mewakili satu bunyi dan bahkan ketika ada beberapa kemungkinan cara pengucapan, aturan yang sederhana akan mempermudah kita. Sedangkan dalam bahasa Inggris banyak huruf dan kombinasi huruf yang mewakili banyak bunyi. (seperti ou dan gh in pada kata seperti coughroughthroughthough, dll).

Huruf
Nama huruf
IPA
Cara pengucapan
A a
a
a
Seperti /a/ pada kata “ahli”, “ayah”
B b
be, be
larga, be alta
b
 β
Seperti /b/ pada kata “bunda”, “bagus” Di antara huruf vokal, lidah tidak boleh menyentuh bibir, sehingga seperti diucapkan /v/
C c
ce
s/θ
k
Sebelum huruf  e dan i diucapkan seperti /s/ pada kata “sinar”
“suka” diposisi lain diucapkan seperti k pada kata “kurung”, “kakak”
Ch ch
che
tʃ
Seperti /c/ pada kata “cicak”, “cicit”
D d
de
d
Seperti /d/ pada kata “dada”, “dadu”
E e
e
e
Seperti /e/ pada kata “enak”, “nenek”, “edan”
F f
efe
f
Seperti /f/ pada kata “film”, “frase”
G g
ge
x
g
Sebelum huruf /e/ dan /i/ diucapkan /h/ seperti pada kata “hebat”, “hari”. Di posisi lain selalu seperti /g/ pada kata “guna”, “gigi”.
H h
hache
Tidak diucapkan. Hu- atau hi- kemudian diikuti huruf vocal lain di depan kata, maka diucapkan /w/. Untuk kata asing, seperti kata hámster, huruf /h/ diucapkan
I i
i
i
Seperti /i/ pada kata “itik”, “jilid”.
J j
jota
x/h
Seperti /h/ pada kata “haus”, “hadir”
K k
ka
k
Seperti /k/ pada kata “kakak”, “kutuk”
L l
ele
l
Seperti /l/ pada kata “lalu”, “lalang”
Ll ll
doble ele, elle
ʎ/j
Seperti /y/ pada kata “sayang”, “yoyo”
M m
eme
m
Seperti /m/ pada kata “mama”, “mimisan”
N n
ene
n
Seperti /n/ pada kata “nenek”, Sebelum p ,b, f, v diucapkan /m/. Contoh: un paso diucapkan umpaso.
Ñ ñ
eñe
ɲ
Seperti /ny/ pada kata “menyanyi” /ny/
O o
o
o
Seperti /o/ pada kata “popok”, “corong”
P p
pe
p
Seperti /p/ pada kata “papa”
Q q
cu
k
Seperti /q/ pada kata “quran” Selalu diikuti huruf /u/, tapi sebelum /e/ dan /i/, /u/ tidak diucapkan (líquido diucapkan /likido/).
Diucapkan /kw/, bunyinya sama seperi tulisan biasa ku dalam bahasa Spanyol (cuanto) walaupun qu dapat digunakan untuk seperti didepan huruf /a/ dan /o/ (quásarquórum).
R r
ere,
ere
r
Memiliki dua pengucapan. yaitu “pengucapan tipis” seperti /r/ pada kata “butter”, “pengucapan tebal” digunakan ketika bertemu huruf rr (dobel), dimana huruf /r/ harus dibunyikan bergetar. Seperti /r/ pada kata “bersinar”
S s
ese
s
Seperti /s/ pada kata “susu”, “sisa”
T t
te
t
Seperti /t/ pada kata “tidur”, “tidak”
U u
u
u
Seperti /u/ pada kata “susu”, “guru”
V v
uve, ve, ve corta, ve baja
b,
β
Seperti /b/ pada kata “bunda”, “bagus”
W w
uve doble, doble ve, doble u
b,
β, w
Seperti /b/ pada kata “bunda”, “bagus”
X x
equis
ks
ʃ
Seperti /ks/ pada kata “maksimum”, seperti /h/ didepan /e/ dan /i/
Y y
i
griega, ye
i
Seperti /y/ pada kata “yoyo”
Z z
zeta, ceda
θ, s
Diucapkan seperti /th/ lemah. Seperti pada kata “Thinking”

SATU HURUF, SATU BUNYI
Pengucapan bahasa Spanyol tergantung pada cara penulisannya, jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan bahasa Inggris. Setiap huruf vokal mewakili hanya satu bunyi. Dengan beberapa pengecualian. (seperti w dan x) setiap konsonan juga mewakili satu bunyi. Banyak bunyi konsonan bahasa Spanyol yang sangat mirip dengan konsonan bahasa Inggris.
Seperti yang dapat kamu lihat pada tabel, pengucapan dari beberapa konsonan (seperti b) sedikit berbeda tergantung dimana posisi huruf tersebut. Walaupun demikian, pengucapannya tetap lebih mudah dan tidak mengurangi aturan “satu huruf satu suara”
PERBEDAAN PENGUCAPAN LOKAL
Sama seperti negara-negara penutur bahasa Inggris, orang-orang diberbagai negara-negara penutur bahasa Spanyol berbicara dengan tekanan dan logat yang berbeda. Perbedaan utama yaitu bahwa di Amerika Latin ada dua bunyi yang menyimpang, apabila dibandingkan di Spanyol daratan: z diucapkan s, dan ll diucapkan y. Bahkan di Spanyol daratan sendiri kebanyakan orang mengucapkan ll dan y dengan cara yang sama. Di Bolovia dan Peru, z tidak diucapkan tapi ll masih ada. Di Argentina dan Uruguay, ch dan ll diucapkan dengan bunyi yang tebal. Di Mexico, huruf-huruf vokal dibunyikan seperti huruf e pepet (schwa). Seperti vokal bahasa Inggris pada kata (about, celestial, gorilla). Penutur bahasa Spanyol di Puerto Rico dan Cuba tak dapat membedakan r dengan l. Di banyak negara, j tidak diucapkan dengan tekanan, tapi seperti bahasa Inggris h (seperti pada kata “hot”). Orang-orang Chili akan mengatakan mujier daripada mujer. Dan juga, di hampir semua bagian di Spanyol daratan, penuturnya mengucapkan z dan c sebagai /ts/, (seperti /th/ dalam kata thinking). Sebagai contoh, cinco. Orang Amerika Latin akan melafalkan “sinko”, tetapi di Spanyol daratan diucapkan “tsinko”.
Walaupun ada beberapa perbedaan dialek pada berbagai wilayah penutur bahasa Spanyol, 2 orang penutur bahasa Spanyol dari wilayah yang berbeda akan tetap dapat mengerti satu sama lain, asalkan digunakan bahasa Spanyol yang baku. Apabila dipakai bahasa Spanyol slang (tidak baku), mungkin saja satu sama lain akan sulit untuk mengerti.
TEKANAN AKSEN KATA
Dalam bahasa Spanyol ada 2 cara ketika melafalkan sebuah suku kata; dengan tekanan atau tanpa tekanan. Sebagai contoh: kata Inggris “thinking”, “think-” diucapkan dengan tekanan suara lebih kuat ketimbang suku kata “-ing”. Apabila dua suku kata ini diucapkan dengan tekanan sama, pengucapannya seperti “thin king”.
Dengan satu kategori sebagai pengecualian (pada kata keterangan –mente), setiap kata dalam bahasa Spanyol memiliki satu tekanan pada suku kata tertentu. Apabila suatu kata mempunyai tanda aksen (´) maka suku kata dengan aksen tersebut mendapat tekanan, dan suku kata yang lain tidak mendapat tekanan. Apabila kata tidak mempunyai aksen (aksennya implisit=tidak nyata), suku kata yang mendapat tekanan ditentukan dengan aturan (lihat dibawah). Apabila kamu tidak menjatuhkan aksen pada suku kata yang tepat. Orang lain mungkin saja bingung untuk mengerti apa yang kamu maksud. Sebagai contoh: esta, yang memiliki aksen implisit=tidak nyata di huruf e, berarti “ini” (bentuk femina); dan está, yang memiliki aksen eksplisit di huruf a yang berarti “adalah”. Inglés berarti "bahasa Inggris" tapi ingles berarti "kunci inggris" Kata keterangan –mente memiliki dua tekanan pada satu kata: pada suku kata dimana tekanan jatuh pada akar kata keterangan dan pada men dari mente.
Sebagai contoh: estúpido  estúpidamente.
Huruf vokal yang tidak mendapat tekanan suara harus diucapkan dengan bunyi yang sebenarnya. Seperti yang telah ditunjukkan pada tabel diatas. Jangan menjadikan bunyi vokal menjadi bunyi schwa (e pepet) seperti yang terjadi pada bahasa Inggris.
PERATURAN PENGUCAPAN AKSEN IMPLISIT
Hanya ada dua (atau satu) peraturan untuk mengucapkan aksen tidak nyata. Suku kata yang mendapat tekanan suara adalah yang dicetak tebal. Apabila kata tidak memiliki aksen dan berakhiran dengan huruf vocal atau huruf n dan s, tekanan jatuh pada suku kata sebelum suku kata terakhir.
Contoh:
cara (ca-ra) (muka)
mano (ma-no) (tangan)
amarillo (a-ma-ri-llo) (kuning)
hablan (ha-blan) (mereka berbicara)
martes (mar-tes) (selasa)
Apabila kata tidak memiliki tanda aksen dan berakhiran dengan konsonan selain n dan s maka tekanan jatuh pada suku kata terakhir.
Contoh:
farol (fa-rol) (lampu jalan)
azul (a-zul) (biru)
español (es-pa-ñol) (bahasa Spanyol)
salvador (sal-va-dor) (juru selamat)
Tanda diaeresis ( ¨ )
(tanda titik dua diatas huruf, menandakan supaya huruf itu dibunyikan juga)
Dalam penggalan kata gue dan gui, u tidak diucapkan; dan ini menandakan bahwa g diucapkan /g/, seperti kata bahasa Inggris good (gue → [ge]; gui  [gi]).
Namun, apabila u mempunyai tanda diaeresis (¨), harus di ucapkan seperti bahasa Indonesia w (güe → [gwe]; güi  [gwi]). Tanda diaeresis agak jarang ditemukan.
Contoh:
pingüino = penguin
agüéis (untuk kata ganti orang kedua jamak, kala waktu subjangtif dari kata kerja aguar). Disini, tanda diaeresis mempertahankan bunyi u agar tetap dibunyikan dalam konjugasi kata kerja aguar.