Tampilkan postingan dengan label Agama Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama Islam. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Juli 2013

HISAB DAN RU'YAT



Berbicara mengenai ru’yat sebagai suatu dalil yang bisa digunakan untuk penetapan waktu-waktu ibadah boleh dikatakan semua orang muslim memahaminya dalam tataran konsep.Walaupun dalam tataran praktis penggunaan hisab bukanlah hal yang baru, apalagi untuk penetapan waktu-waktu shalat. Hampir bisa dikatakan bahwa kita tidak bisa lepas dari yang namanya hisab. Hal ini bisa dibuktikan dari hampir selalu adanya jadwal waktu-waktu shalat di masjid-masjid maupun mushalla-mushalla yang kita jumpai. Demikian pula halnya dengan keberadaan kalender hijriyah yang secara praktis merupakan produk hisab, masih bisa diterima di seluruh lapisan muslim. Sedikit berbeda ketika berhubungan dengan penetapan awal dan akhir Ramadhan dan awal Dzulhijjah, perbedaan mengemuka di kalangan ummat dengan kepentingannya dan argumentasinya sendiri-sendiri. Secara garis besar terdapat tiga faham yang berbeda dalam penetapan penanggalan Islam:
  • Hanya menggunakan ru’yat khususnya untuk bulan-bulan ‘ibadah.
  • Menggunakan ru’yah, dan hisab digunakan untuk validasi kebenaran kesaksian ru’yat
  • Hisab dapat digunakan secara mandiri untuk penetapan penanggalan dan waktu-waktu ‘ibadah lainnya.
Kelompok-kelompok yang ada tersebut tidak ada yang menolak mengenai sahnya penetapan penanggalan dengan ru’yat, hanya saja bagi yang bermadzhab hisab, hisab memiliki lebih banyak aspek mashlahatnya karena lebih memberikan kepastian mengenai posisi hilal yang menjadi dasar penetapan penanggalan Islam. Sementara bagi penganut ru’yat, ru’yat hilal merupakan aspek ta’abbudi yang harus diikuti untuk mengawali dan mengakhiri bulan-bulan ‘ibadah.
Namun bila dinyatakan bahwa hisablah sebenarnya yang dianjurkan Islam untuk penetapan waktu-waktu ‘ibadah mungkin banyak orang yang mempertanyakannya termasuk mungkin bagi mereka yang menggunakan hisab.
Hisab sesuai Sunnatullah
Ilmu hisab falak adalah ilmu yang diajarkan Allah kepada hamba-Nya secara langsung, sekaligus sebagai bukti al-Qur’an kalam Allah bukan buatan Muhammad seorang yang ummi sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang-orang kafir, sekaligus sebagai bukti kebenaran berita al-Qur’an yang merupakan mu’jizat sepanjang zaman. Dalil-dalil ini di antaranya:
الرَّحْمَنُ. عَلَّمَ الْقُرْآنَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ . عَلَّمَهُ الْبَيَانَ. الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ . (الرحمن:1-5)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (QS Ar Rahman 1-5)
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (يونس:5)
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus 10: 5).i
Pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu hisab bukan sebagai ilmu Islam justru bertentangan dengan banyak dalil dari al-Qur’an, dan jelas suatu pendustaan terhadap firman Allah.
Pandangan sebagian ulama terdahulu yang menentang hisab terutama muncul dari kalangan mereka yang kurang memahami Ilmu ini dan mengabaikan firman-firman Allah dalam al-Qur’an mengenai hisab dan ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian diikuti fara muqallidin dari kalangan ulama khalaf yang mengikuti pendahulunya dengan menisbahkannya sebagai sunnah. Inilah yeng menjadi akar timbulnya pertentangan di kalangan ummat karena mereka telah meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Sikap penolakan terhadap ilmu hisab khususnya untuk penetapan bulan-bulan ‘ibadah terutama dilatarbelakangi oleh:
  1. Ketidak-fahaman sebagian ulama (bukan ahli hisab) tentang hakikat ilmu hisab dan menganggapnya sebagai ilmu meramal yang tidak bisa mencapai derajat yakin.
  2. Adanya anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya.
  3. Ketidak-fahaman para penentang hisab yang menganggap hisab sama-sekali lepas dari ru’yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam terutama bulan-bulan ‘ibadah.
Alasan-alasan di atas dengan jelas ditentang oleh Allah seperti dalam dalil-dalil tersebut di atas, yang menyatakan bahwa sifat ‘bi-husbaan’ merupakan sunnatullah yang sama sekali berbeda dengan ilmu meramal nasib oleh para ahli nujum (astrologi), bahkan mendalami astronomi sangat dianjurkan oleh Allah Ta’ala.
Penolakan terhadap ketetapan Allah ini jelas-jelas merupakan kekufuran terhadap ayat-ayat Allah yang tidak mungkin dilakukan oleh generasi awal ummat ini, dengan demikian terbantahlah anggapan bahwa telah adanya ijma’ dari generasi awal ummat bahwa mereka menolak hisab. Yang benar adalah mereka belum menguasai ilmu hisab falak sehingga mereka tidak sepenuhnya menggunakannya, sebagaimana yang akan kita bahas berikut ini.
Anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya sama sekali tidak bisa dipertanggung-jawabkan dan bertentangan dengan firman Allah bahwa itu merupakan ketetapan-Nya yang haq (sunatullah) dan sama sekali tidak sama dengan ilmu ramalan bintang. Pendapat ini muncul dari kebodohan orang tentang ilmu ini dan enggan untuk mentafakuri ayat-ayat Allah tentang alam semesta, sebagaimana tersebut dalam firman Allah
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ. إالَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.   (أل عمران: 190-191)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran 190- 191)

Anggapan bahwa hisab sama-sekali lepas dari ru’yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam jelas suatu pendapat yang sangat keliru, karena ilmu hisab falak ini lahir dari serangkaian penelitian data-data ru’yat yang dilakukan selama periode yang panjang bahkan dari generasi ke generasi, serta melalui tahap ujicoba dan analisis yang cermat sehingga ditemukan formulasi hisab, yang akurat dan teruji dengan baik.
Al-Qur’an menekankan Hisab untuk Penentuan Penanggalan
Landasan penanggalan kalender Islam (kalender hijriyyah) ditetapkan langsung oleh Allah dalam al-Qur’an dalam beberapa ayat yang terpisah-pisah.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة:36)
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS At Taubah 36)
Berdarakan ayat di atas, Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita bagaimana kalender Islam seharusnya dibangun yang berbeda dengan kalender luni-solar yang sebelumnya digunakan oleh Arab pra Islam. Kalender Arab pra-Islam adalah kalender qamariyah yang disesuaikan dengan periode pergantian musim tahunan, sehingga setelah periode tertentu, satu tahun ada penambahan satu bulan untuk menyesuaikan dengan musim tahunan. Bulan tersebut dikenal dengan bulan Nasi. Dan oleh Islam kebiasaan tersebut dibatalkan. Selanjutnya Allah berfirman:
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (التوبة:37)
Sesungguhnya an-nasi’ (mengundur-undurkan bulan haram) itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS At Taubah 37)
Allah juga menegaskan bahwa wujud hilal-lah yang menjadi batas-batas berawal dan berakhirnya suatu bulan, yaitu hilal yang dapat disaksikan di akhir setiap bulan. Dan oleh karena pergantian hari kalender Islam adalah maghrib maka hilal tersebut adalah hilal yang muncul bersamaan dengan terbenamnya Matahari. Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (البقرة:189)
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya , akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS Al Baqarah 189)
Allah menjelaskan suatu fenomena sekaligus mengajarkan bahwa Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan.
الرحمن علم القرءان خلق الإنسان علمه البيان الشمس والقمر بحسبان (الرحمن:1-5)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur’an, Yang telah menciptakan manusia, Yang mengajarinya ilmu pengetahuan. Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan. (QS Ar Rahman 1-5)

Bahkan Allah menjelaskan bahwa sebagai akibat dari peredaran tersebut, fase-fase bulan terbentuk dan membentuk siklus bulanan. Allah berfirman:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (يس: 39)
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
Fase dari hilal pertama ke hilal berikutnya dari satu siklus itulah yang dinamakan satu bulan. Allah Ta’ala menjelaskan bahwa terbentuknya fase-fase tadi merupakan suatu ketetapan Allah yang semuanya bisa diukur, bisa dihitung dan dengannyalah Allah mengajarkan ilmu bagaimana menghitung tahun dan menghisabnya kepada kita.
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون إن في اختلاف الليل والنهار وما خلق الله في السموات والأرض لآيات لقوم يتقون(يونس:5-6)
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah menjelaskan dengan itu bukti-bukti kebenaran firmanNya, bahwa al-Qur’an adalah kalamullah mustahil dibuat oleh Muhammad saw seorang yang ummi melainkan semata-mata wahyu Allah yang diterimanya dan disampaikannya kepada ummatnya apa adanya.
Bukti-bukti ini memang pada masa-masa awal Islam belum bisa dipahami sepenuhnya oleh kaum muslimin karena kebanyakan dari mereka adalah kaum yang ummi, namun al-Qur’an adalah mu’jizat sepanjang zaman yang akan membatalkan setiap tuduhan siapapun yang mengatakan al-Qur’an buatan Muhammad. Dan bukti-bukti ini telah terbukti bagi kita sekarang. Lalu apakah kita masih akan ragu dengan kebenaran al-Qur’an? Inilah mungkin rahasia yang terungkap dari turunnya ayat al-Qur’an surat Ali Imran 190-191.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ. إالَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. (أل عمران:191-190)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran 190-191)

Dalam suatu riwayat dijelaskan setelah turun ayat ini Rasulullah terus menerus menangis sepanjang malam bahkan ketika Rasulullah melaksanakan shalat malam, hingga ketika waktu shubuh datang dan Rasulullah belum hadir Bilal mengunjunginya dan menanyakannya apa gerangan yang membuat seorang Rasul yang ma’shum menangis. Rasulullah menjawab turunnya ayat inilah yang membuatnya menangis. Lantas beliau mengatakan celakalah orang yang membacanya tapi tidak mau mentafakurinya.
Rasulullah Mengajarkan Prinsip-prinsip Dasar Hisab
Penggunaan hisab ini sebagai dalil penentuan penanggalan qamariyah maupun waktu-waktu ibadah lainnya ditetapkan dan dijamin oleh Allah, namun kaum muslimin saat itu bukanlah orang-orang yang bisa menghisab bulan. Pengetahuan ilmu hisab belum berkembang saat itu dikalangan kaum muslimin. Perhitungan yang dikenal dan dikuasai umumnya sebatas perhitungan-perhitungan sederhana yang biasa digunakan dalam transaksi jual-beli, takar-menakar, dan sebagainya. Untuk menentukan waktu harian mereka biasa melihat posisi Matahari; dan untuk menentukan penanggalan, mereka melihat posisi dan fase bulan. Praktek ru’yat ini merupakan praktek yang sudah terbiasa dikalangan bangsa Arab pra Islam, tidak ada yang asing dalam hal bagaimana meru’yat hilal, dan memahami perubahan fase-fase bulan. Mereka bisa secara langsung memprediksi tanggal berapa hanya dari melihat posisi dan fase bulan yang muncul.
Rasulullah menyampaikan sesuatu yang baru dalam menetapkan penanggalan dalam Islam sesuai ketentuan Allah. Beliau mengoreksi sistem penanggalan era pra-Islam yang mengenal adanya bulan ke-13 pada tahun-tahun tertentu dan menetapkan hanya ada 12 bulan dalam satu tahun sebagaimana telah dijelaskan di muka. Beliau juga menjelaskan dan memperkenalkan hisab secara sederhana dan bertahap tanpa secara langsung meninggalkan ru’yat. Apa yang dijelaskan Rasulullah adalah membimbing kaum muslimin bagaimana memahami hisab secara sederhana dengan menekankan pada kaidah-kaidah dasar yang harus dipenuhi, yang bisa dijadikan rujukan baik bagi kalangan awam maupun para ulama Islam berikutnya.
Berikut ini di antara dalil-dalil yang menceritakan panduan-panduan yang diajarkan Rasulullah untuk menghisab bulan.
وحدثني زهير بن حرب حدثنا إسماعيل عن أيوب عن نافع عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له ( مسلم )
وحدثني حميد بن مسعدة الباهلي حدثنا بشر بن المفضل حدثنا سلمة وهو بن علقمة عن نافع عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم الشهر تسع وعشرون فإذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فاقدروا له ( مسلم )
Dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya satu bulan itu 29 (hari), maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihatnya dan janganlah kamu berbuka sehingga melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah ia. (Muslim)
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أبو أسامة حدثنا عبيد الله عن نافع عن بن عمر رضي الله عنهما ثم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رمضان فضرب بيديه فقال الشهر هكذا وهكذا وهكذا ثم عقد إبهامه في الثالثة فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن أغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين
وحدثنا بن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيد الله ثم بهذا الإسناد وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين نحو حديث أبي أسامة ( مسلم )
وحدثنا عبيد الله بن سعيد حدثنا يحيى بن سعيد عن عبيد الله بهذا الإسناد وقال ثم ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم رمضان فقال الشهر تسع وعشرون الشهر هكذا وهكذا وهكذا وقال فاقدروا له ولم يقل ثلاثين ( مسلم )
Dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar ra, ia berkata, kemudian Rasulullah saw menyebut Ramadhan memberi isyarat dengan kedua tangannya kemudian bersabda: “Satu bulan itu begini, begini dan begini kemudian nabi melipat jempolnya pada yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihatnya dan berbukalah kamu karena melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah 30. Di riwayat lain dari Ubaidillah dengan isnad ini kemudian Rasulullah saw menyebut Ramadhan kemudian beliau bersabda: “Satu bulan itu 29, satu bulan itu begini, begini dan begini dan berkata maka perkirakanlah baginya, dan beliau tidak menyebut 30. (Muslim)
وحدثني عن مالك عن عبد الله بن دينار عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ثم الشهر تسعة وعشرون فلا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له ( مالك )
Dari Ibn Dinar dari Abdullah bin ‘Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: “Kemudian satu bulan itu 29 (hari), maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal dan janganlah kamu berbuka sehingga melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah ia. (Malik)
Hadits-hadits tersebut mengajarkan bagaimana prinsip-prinsip hisab dibangun, sekaligus Rasulullah menjelaskan mengenai apa yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an:
  1. Dasar lamanya satu bulan adalah 29 hari.
Dalam banyak hadits yang shahih Rasulullah mengatakan bahwa satu bulan adalah 29 hari (malam). Pengenalan ilmu hisab pertama dari Rasulullah. Bahwa satu bulan cukup menghitung 29 hari dari saat pertama terlihatnya hilal tanpa harus mengamati perubahan fase bulan dari hari-ke hari. Hilal baru tidak mungkin muncul di hari-hari kurang dari itu. Dan ini merupakan batas minimal satu bulan yang diajarkan Rasulullah, selanjutnya:
  1. Yakinkan wujudnya hilal pada akhir hari ke-29 (saat ghurub), jika hilal diyakini ada maka tetapkanlah lama bulan 29 hari.
  2. Jika wujud hilal pada saat itu dipastikan tidak ada maka tetapkanlah hitungan bulan 30 hari.
Kaidah ini merupakan kaidah hisab praktis yang dapat dengan mudah diterima oleh kaum muslimin, karena sesuai dengan realita. Jika pada akhir tanggal 29 hilal dipastikan tidak wujud, maka dapat dipastikan bahwa keesokan harinya sudah jauh di atas ufuk, walaupun mendung menghalangi pandangan. Dengan demikian tidak diperlukan lagi adanya ru’yat, cukup hisablah bulan 30. Dan tentunya kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti ru’yat yang cukup panjang.
Meyakinkan wujudnya hilal dengan hisab bukanlah hal yang sulit, namun dalam kondisi awal-awal Islam kaum muslimin boleh dikata belum menguasai ilmu hisab, kemampuan ilmu hisab hanya terbatas penjumlahan dan pengurangan sederhana yang sering dipakai dalam transaksi jual beli atau takar menakar. Bahkan alat ukur waktu seperti yang ada sekarang belum pernah diberitakan ada semua dibaca dari tanda-tanda alamiah alam, sehingga diperlukan suatu kaidah transisi, yang diajarkan Rasulullah yang kemudian diceritakan dan atau disampaikan para sahabat apa adanya atau sesuai pemahaman mereka.
  1. Jika pada akhir hari ke-29 (saat ghurub) hilal tidak terlihat (tidak wujud) karena terhalang, maka yakinkanlah akan wujudnya hilal, dan tetapkan hitungan 30 hari saat wujud hilal tidak bisa dibuktikan (tidak ada berita kesaksian hilal).
Pernyataan ini menolak anggapan bahwa penghalang menjadi illat hukum ikmal jumlah hari menjadi 30, karena illat hukumnya sendiri adalah wujud hilal (diyakini wujudnya hilal). Dan ini sesuai kaidah ushul:
الحكم يدور مع علته وجودا و عدما
“Hukum berjalan sesuai ‘illatnya ada dan tiada.”
Wujud hilal itulah yeng menjadi illat hukum ditetapkannya tanggal baru, bukan mendung sebagaimana difahami sebagian orang. Kaidah ikmal menjadi tiga puluh hari saat mana hilal diyakini belum wujud pada akhir tanggal 29 adalah sejalan dengan kaidah ushul ini, karena bila pada tanggal 29 hilal tidak wujud naka dapat dipastikan bahwa hilal wujud pada tanggal 30 walaupun pandangan kita terhalang untuk melihatnya. Argumentasi bahwa wujud hilal sebagai illat hukum ditetapkan awal bulan sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج (البقرة:189)
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji
Dan ini secara praktis diakui oleh kaum muslimin bahwa terhalangnya pandangan dari segolongan besar muslim akan melihat hilal gugur manakala ada kesaksian walaupun sebagian kecil tentang adanya hilal. Dengan demikian sesungguhnya yang menjadi ijma’ di kalangan shahabat adalah wujud hilal sebagai dalil ditetapkannya awal bulan, dan bukan melihatnya itu sendiri. Dan ini sesuai dengan firman Allah di atas. Dari uraian ini maka akan jelaslah makna firman Allah Ta’ala:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
“Maka barang siapa di antara kami menjadi syahid (datangnya) bulan maka hendaklah ia berpuasa.”
Makna syahid berdasarkan banyak dalil lebih mengarah kepada pengetahuan dan keyakinan dan bukan kepada kesaksian dengan mata. Dan keyakinan datangnya bulan bisa diketahui dengan melihat langsung, dengan kesaksian orang lain atau dengan hisab sebagaimana yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an. Coba perhatikan bagaimana Rasulullah menuntun para sahabatnya yang ummi untuk bisa menghisab dengan mengajarkan bahwasanya satu bulan 29 hari tanpa harus mengamati perubahan fase bulan dari hari ke hari, kemudian apa yang kemudian difahami para sahabat tentang menghisab atau menetapkan hitungan 30 saat sama sekali hilal tidak bisa disaksikan mata pada akhir tanggal 29.
Dan dengan penggunaan hisab prediksi wujudnya hilal lebih bisa dipastikan daripada dengan ru’yat dan inilah yang disinyalir dalam al-Qur’an:
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Berdasarkan ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia telah menetapkan fase-fase bulan dan memungkinkan untuk menghisabnya. Sehingga fase-fase hilal tersebut sebenarnya bisa dihitung untuk menetapkan apakah hilal sudah ada atau belum. Ayat inipun memberi indikasi bahwa ilmu hisab tidaklah lahir dengan sendirinya tetapi melalui proses yakni proses ru’yat dan pencatatan data-data ru’yat yang Selanjutnya dianalisis, diuji dan diformulasikan sehingga dihasilkan formulasi hisab seperti yang ada sekarang. Namun kaum muslimin saat itu adalah kaum tidak menguasai ilmu hisab, sehingga untuk meyakinkan hadirnya hilal dimintailah kesaksian orang-orang dari daerah-daerah sekitar tentang tampaknya hilal pertama tadi. Di satu daerah bisa jadi berkabut, mendung atau karena halangan-halangan lainnya sehingga hilal tidak bisa disaksikan, namun di daerah-daerah lainnya yang berdekatan bisa jadi hilal bisa dilihat. Dan kesaksian inilah yang diakui. Ini menggambarkan bahwa begitu ada halangan melihat hilal tidak serta merta satu bulan dihitung menjadi 30, tapi menunggu kepastian ada tidaknya hilal dari hasil penglihatan orang-orang lainnya. Hal inilah bisa jadi rahasia mengapa Allah menekankan hisab, karena kemampuan melihat seseorang bisa terhalang oleh berbagai hal seperti lokasi, mendung, debu dan sebagainya.
Berkaitan ini saya nukilkan beberapa riwayat yang menggambarkan fenomena ini:
Dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Manusia mencari-cari hilal, maka aku kabarkan kepada Nabi bahwa aku melihatnya, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pun menyuruh manusia berpuasa.” (HR Abu Daud (2342), Ad Darimi (2/4), Ibnu Hibban (871), Al Hakim (1/423), Al Baihaqi (4/212), dari dua jalan, yakni dari jalan Ibnu Wahb dari Yahhya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi’ dari bapaknya dari Ibnu Umar, sanadnya hasan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Talkhisul Habir (2/187)[i][i].
Dikisahkan ketika seorang Arab Badui melapor kepada Nabi bahwa ia menyaksikan hilal, maka Nabi menerimanya padahal ia berasal dari daerah lain dan Nabi juga tidak minta penjelasan apakah mathla’-nya berbeda atau tidak. (Majmu’ Fatawa, 25/103) Hal ini mirip dengan pengamalan ibadah haji jaman dahulu di mana seorang jamaah haji masih terus berpegang dengan berita para jamaah haji yang datang dari luar tentang adanya ru’yah hilal. Juga seandainya kita buat sebuah batas, maka antara seorang yang berada pada akhir batas suatu daerah dengan orang lain yang berada di akhir batas yang lain, keduanya akan memiliki hukum yang berbeda. Yang satu wajib berpuasa dan yang satu lagi tidak. Padahal tidak ada jarak antara keduanya kecuali seukuran anak panah. Dan yang seperti ini bukan termasuk dari agama Islam. (Majmu’ Fatawa, 25/103-105)[ii][ii]
1993 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ يَعْنِي ابْنَ أَبِي ثَوْرٍ ح و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ يَعْنِي الْجُعْفِيَّ عَنْ زَائِدَةَ الْمَعْنَى عَنْ سِمَاكٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا *(أبو داود)
Fenomena di atas menjelaskan bahwa kepastian hilal yang dilakukan melaui ru’yat perlu dikonfirmasi dengan kesaksian-kesaksian yang lainnya untuk mendapatkan informasi yang meyakinkan tentang wujudnya hilal. Sehingga untuk kasus ini berlaku kaidah bahwa yang melihat secara langsung setelah diketahui kejujurannya didahulukan dari yang tidak bisa melihat, bahkan informasi yang tertunda tetap diterima walau hari sudah berjalan.
Dengan demikian jelaslah sebenarnya hisablah yang ditekankan dalam Islam dan diajarkan Rasulullah. Rasulullah telah mengajarkan prinsip-prinsip dasar hisab kepada kaum muslimin saat itu sebagai bahan rujukan bagi generasi sesudahnya, sekaligus memandu bagaimana ilmu hisab itu bisa terwujud dengan digalakkannya ru’yat hilal, yang dari data-data yang ada yang dikumpulkan selama waktu yang panjang, para ulama yang terpanggil dengan seruan Allah bisa mempelajarinya, merumuskannya, lantas mengujinya dan menuangkannya menjadi suatu ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu hisab (falak).
Ayat-ayat al-Qur’an ini tidak hanya memandu orang beriman, bahkan juga telah memberi inspirasi dan mendorong orang-orang kafir mempelajari ilmu pengetahuan tentang jagat raya dan mengungkap rahasia-rahasia kebesaran Allah lainnya di alam semesta ini sehingga mereka bisa mencapai pengetahuan dan teknologi seperti yang terjadi sekarang ini.
Dan inilah salah satu hujjah atas orang-orang kafir yang membantah kebenaran al-Qur’an sebagai kalamullah. Namun adakah mereka masih meragukannya, setelah bukti-demi bukti kebenaran al-Qur’an dibukakan dihadapan mereka?
Lalu bagaimana mungkin ada segolongan yang mengatakan beriman dan mau tunduk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah justru mengatakan ilmu ini sebagai bagian dari ajaran paganisme? Kalau memang demikian keimanan kepada siapakah yang dianut ketika ungkapan penolakan ini dilontarkan. Ingatlah saudara-saudaraku dan segeralah kalian bertaubat kepada Allah agar kalian diampuni-Nya.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ(الجاثية: 23)
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Wahai saudara-saudaraku, berhentilah dari mencaci-caci kebenaran dan menuduhnya sebagai sesuatu yang bid’ah, padahal hati kalian menerimanya. Kalian bertahan hanya karena mengikuti faham orang-orang terdahulu yang belum tentu mereka itu rela untuk diikuti setelah mereka tahu dalam hal ini mereka keliru padahal kalian meyakini mereka adalah orang-orang yang selalu siap kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian seperti kaum yang disinyalir Allah dalam al-Qur’an:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا ءَابَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ(الأعراف: 28)
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
Orang-orang beriman akan bersikap:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ(أل عمران: 135)
Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Kamis, 27 Juni 2013

Kumpulan Masjid di Eropa ( Eropa Menuju Islam)

Kumpulan Masjid di Eropa


Bagaimana sebuah bangunan masjid berdiri? Cara membangun sebuah tempat ibadah Islam yang cocok untuk lanskap Eropa? Bagaimana sebuah arsitektur masjid berbicara tentang integrasi Muslim? Bagaimana masjid-masjid bisa terlihat di negara-negara non-Muslim?
skyscrapercity.com
Di seluruh Eropa, umat Muslim berdoa di berbagai tempat ibadah dengan harapan membangun masjid-masjid dengan kubah-kubah dan menara, pusat-pusat Islam, ruangshalat, serta masjid tersembunyi dan masjid sementara, Namun, dalam imajinasi publik, semua bentuk-bentuk ini diciptakan oleh istilah generik "masjid", yang tampaknya menjadi sinonim untuk tempat ibadah umat Islam.
Dalam konteks kecenderungan untuk melihat Islam dan Muslim sebagai kasus yang luar biasa, tempat ibadah Islam telah mendapatkan perhatian lebih banyak di negara-negara Eropa; jumlahnya terus meningkat semakin besar membuat masjid-masjid semakin kontroversial.
Membandingkan jumlah penduduk Muslim di negara-negara yang diteliti (18,06 juta Muslim) dengan jumlah masjid, (10.869 masjid), hasilnya secara kasar setara dengan satu masjid untuk setiap 1.660 penduduk - jumlah yang signifikan secara kasar setara dengan yang ada di banyak negara-negara Muslim atau, di Eropa, dengan tempat-tempat ibadah agama Kristen yang dominan di negara masing-masing.
Informasi berikut berdasarkan laporan yang menyajikan secara singkat situasi masing-masing negara yang diteliti (istilah masjid yang digunakan di sini mencerminkan semua kategori tempat ibadah Islam yang disebutkan di atas):
  • Perancis, negara dengan jumlah umat Islam terbesar di Eropa, sekitar 5,5 juta orang, atau 8 persen dari penduduk, memiliki sekitar 2.100 tempat ibadah Islam.
       
  • Jerman, yang merupakan penduduk Muslim terbesar kedua di dunia (diperkirakan sekitar 3.2-3.4 juta Muslim atau 3 persen dari populasi) memiliki jumlah tertinggi masjid di Eropa (setidaknya 2.600) dan juga rasio tertinggi antara jumlah masjid dan jumlah Muslim di Eropa (jika kita mengecualikan Bosnia).
        
  • Inggris Raya, dengan 2,4 juta umat Islam telah memiliki lebih dari 1.000 masjid (antara 850 dan 1500).
       
  • Di Belanda terdapat sekitar 432 masjid untuk 1 juta umat Islam, dekat dengan rata-rata Eropa meskipun citra negara itu terbuka untuk masjid-masjid.
        
  • Di Belgia, negara Eropa pertama (tahun 1974) untuk menempatkan Islam, setidaknya secara formal, secara setara dengan diakui agama lain, ada 330 masjid untuk hampir setengah juta umat Islam.
       
  • Austria memiliki sekitar 390-400,000 Muslim dan sekitar 200 masjid, persentase yang lebih tinggi daripada rata-rata Eropa.
     
  • Spanyol memiliki sedikit di bawah 1 juta Muslim dan 454 masjid-masjid, yang 14 di antaranya sengaja dibangun.
      
  • Di Italia diperkirakan ada 1,3 juta Muslim dan sekitar 660 ruang shalat tetapi beberapa masjid dalam arti sebenarnya.
      
  • Di Yunani ada banyak masjid dalam proporsi terhadap total populasi Muslim: hampir satu masjid untuk 600-700 Muslim, tetapi tetap Athena merupakan satu-satunya ibukota negara di Eropa yang tidak mempunyai bangunan masjid.
     
  • Di Swedia, angka populasi umat Islam 350-400,000 orang, atau 3,8-4,4 persen dari populasi, dan sekitar ada 50 aula untuk shalat, tetapi enam buah masjid yang sedagndibangun: persentase yang signifikan.
     
  • Di Denmark, di mana jumlah Muslim (200.000) adalah setengah dari Swedia (meskipun hampir sama dalam persentase) ada dua kali lebih banyak masjid.
     
  • Di Norwegia, sekitar 120.000 umat Islam dengan sekitar 120 ruang shalat.
    
  • Finlandia memiliki populasi Muslim yang kecil (40.000) dan 30-40 masjid (di antara mereka hanya 5 yang sengaja dibangun).
       
  • Bosnia, di mana umat Islam menjadi agama terbesar (sekitar 40% dari penduduk adalahetnis Muslim), memiliki buah 1.867 masjid.
       

Rabu, 08 Mei 2013

RAMALAN (NUBUWWAT) RASULULLAH SAW TENTANG AKHIR ZAMAN

Belakangan banyak kita dengar berbagai ramalan-ramalan tentang kiamat/kejadian besar yang akan mengguncang dunia. dan Diambil dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan sebagai upaya penyadaran dan pencerahan tentang hakikat kehidupan.
Telah kita yakini bersama, akhir zaman merupakan sebuah masa, dimana pada saat itu adalah bagian akhir sesi kehidupan manusia bahkan seluruh alam semesta menjelang tibanya Hari Kiamat yang merupakan akhir dari seluruh kehidupan alam semesta, bahwa kita berasal dari Nya dan akan kembali menuju kepada Nya. Dan salah satu peristiwa ghaib dahsyat luar biasa, yang akan membuka tabir menuju alam lanjutan setelah dunia ini, adalah kiamat. Mengenai kejadian kiamat ini, banyak sekali penjelasan ayat Al Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah SAW, termasuk tanda-tanda penyertanya. Inilah sebagian dari ramalan Rasulullah SAW berkaitan dengan tanda-tanda akan berakhirnya zaman, sebagai fase menuju kiamat. Mari kita simak bersama-sama, semoga terinspirasi.
Telah tampak orang-orang yang berspekulasi, melakukan ramalan-ramalan baik yang bersifat ilmiah maupun non-ilmiah yang mereka klaim masing-masing kebenaran mengenai tibanya Peristiwa Kiamat tersebut. Namun, kebanyakan dari ramalan-ramalan itu adalah hanya upaya yang didasarkan pada keterbatasan manusia belaka yang tidak sepatutnya kita percayai sepenuhnya, bahkan sebagian besar dari ramalan-ramalan tersebut, mengarah pada tindakan Syirik, karena bagaimanapun, sesungguhnya tidak ada seorang-pun yang dapat mengetahui kapan persis peristiwa Hari Kiamat itu akan terjadi, bahkan seorang Rasulullah Muhammad saw. sekalipun.
RAMALAN (NUBUWWAT) RASULULLAH SAW TENTANG AKHIR ZAMAN
Bila kita simak secara seksama dari penjelasan Al Qur'an dan hadis2 Rasulullah, ternyata kiamat meliputi 2 hal,  yaitu hancurnya peradaban manusia, yang ditandai dengan rusaknya moral dan akhlak, dan yang kedua, hancurnya alam semesta. Kehancuran moral dan akhlak meliputi banyak hal, antara lain: 

1.
Merajalelanya kehidupan free sex, termasuk merebaknya hubungan sesama jenis (homo & lesbi)
2. Merajalelanya ketidak adilan dan kedzoliman
3. Diam membisunya para alim ulama, karena ketakutan dan kekerdilan
4. Penyalahgunaan obat-obat terlarang
5. Dan lain-lain
 Sementara tanda-tanda kiamat dari sisi alam semesta, ditandai dengan makin banyaknya bencana yang terjadi di mana-mana: longsor, banjir, gunung meletus, tsunami, gempa, luapan lumpur dan gas dari bawah bumi dan sebagainya.

Adapun yang dapat kita yakini berkaitan dengan hal ini adalah beberapa ramalan-ramalan (Nubuwwat) Rasulullah Muhammad saw. Yang menandakan akhir zaman. Ramalan-ramalan tersebut dapatlah kita jadikan pelajaran dan peringatan sebagai referensi yang menandakan Era Akhir Zaman yang berarti sudah dekatnya kita menuju Hari Kiamat (Wallahualam Bi Sawab). 
Berikut ini beberapa Nubuwwat Rasulullah saw. Yang diambil dari Hadits-hadits Sahih :
Sebagian ramalan kanjeng Nabi SAW. Ramalan-ramalan ini telah muncul di zaman ini, sehubungan maraknya perselisihan/perdebatan di antara umat muslim hingga hari ini, antara golongan (kaum) ahlussunnah wal jamaah dengan “ahlussunah wal jamaah”, antara pengikut salafus sholeh dengan “pengikut salafus sholeh”, dlsb. Berhati-hatilah.


• ” Maka bahawasanya siapa yang hidup (lama) di antaramu nescaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khalifah Ar Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu.” (Hadis riwayat Imam Abu Daud dan lain-lain. Lihat Sunan Abu Daud juzuk 4, muka surat 201)

Munculnya Kebodohan di mana-mana
• Akan keluar suatu kaum akhir zaman, orang orang muda yang bodoh fikirannya. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyyah” (Maksudnya firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi.) Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagai munculnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu lawanlah mereka” (Sahih – Imam Bukhari)

 
• Dari Abu Said Al-Khudri z, ia berkata, Ali kwh yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah , kemudian Rasulullah membagikannya kepada beberapa orang, Aqra‘ bin Habis al-Hanzhali, Uyainah bin Badr al-Fazari, Al qamah bin Ulatsah al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul Khair at-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: “Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan kepada kami?” Rasulullah bersabda: “Aku melakukan itu adalah untuk mengikat hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia berkata: “Takutlah kepada Allah, ya Muhammad!” Rasulullah bersabda: “Siapa lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku?” Lalu laki-laki itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid), tetapi Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya di antara bangsaku ada orang-orang yang membaca al Quran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum ‘Aad. (Shahih Muslim no. 1762)

  • Dalam hadits yang lain, Imam Bukhari (nomor 6421) dari Shahabat Abu Said Alhudzri, Waktu itu baru selesai perang hunain, Rasulullah SAW membagi ghanimah (harta rampasan perang). Tiba2 datang Abdullah bin Dzil Huwashirah, dari bani Tamim dan berkata “I’dil ya Rasulallah”, berbuat adillah ya Rasulallah. Menurut riwayat Abdur Rahman bin Abi Nu’min, malah “Ittaqillah Ya Muhammad”, taqwalah pada Allah, hai Muhammad. Menurut riwayat Abdullah bin Amr, “I’dil ya Muhammad”. Menurut Imam Hakim, “Ya Muhammad, wallahi lain kaanallahu amaraka an ta’dil maa araka ta’dil”. Demi Allah, engkau telah diperintah adil, tapi kenapa kok tidak adil. Ada juga varian hadits lain, ma araka adalta fil qismah”. Dan Rasulullah SAW menjawabnya, “siapa lagi yang adil kalau aku sdh dianggap gak adil”. Di riwayat lain, Rasulullah SAW sampai sumpah, “demi Allah tak kan kau jumpai setelahku orang yang lebih adil daripadaku terhadapmu”. Demi menyaksikan kedurhakaan orang ini, Sayyidina Umar RA langsung angkat bicara, “biarkan saya penggal leher orang ini”. Dijawab oleh Rasulullah SAW, “Biarkan saja. Sesungguhnya dia nanti punya banyak pengikut, kalau kalian membandingkan shalat kalian dengan shalat mereka, kalian bakal minder. Juga kalau kalian bandingkan puasa kalian dengannya kelihatan kalah. Tapi mereka itu keluar dari agama seakan-akan keluarnya anak panah dari busurnya”. Bahkan saking cepatnya digambarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa “Umpama qudzadznya dilihat (oleh pemanah) tidak ada apa-apanya, juga nashlnya (besi ujung panah), rishafnya (tempat masuknya nashl), nadliynya (batang anak panah), tidak ada bekas apa-apanya. Begitu cepatnya hingga tak ternodai oleh kotoran dan darah (si hewan buruan itu, waktu menembusnya).
 
 
Banyak para Para ‘Alim Ulama yang meninggal dunia
• “Tidak akan datang hari kiamat sehingga Allah mengambil orang-orang yang baik dan ahli agama (para ulama, pen.) di muka bumi, maka tiada yang tinggal padanya kecuali orang-orang yang hina dan buruk yang tidak mengetahui yang makruf dan tidak mengingkari kemungkaran. (Ahmad)

• “Di antara tanda-tanda semakin dekatnya kiamat ialah dunia akan dikuasai oleh Luka’ bin Luka’ (orang yang bodoh dan hina). Maka orang yang paling baik ketika itu ialah orang yang beriman yang diapit oleh dua orang mulia” (Thabrani)

• “Sesungguhnya diantara tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat ialah manusia tidak mahu mengucapkan salam kepada orang lain kecuali yang dikenalnya saja.” (Ahmad)
 
 
Munculnya Aneka Fitnah
Ramalan Rasulullah tentang Bermunculannya Fitnah bagaikan Bagian Malam yang Gelap Gulita
Diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi di dalam kitab Sunanya; dari Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda : " Mendekati hari kiamat akan terdapat berbagai macam fitnah laksana bagian malam yang gelap gulita. Kala itu seorang menjadi mu'min di pagi hari, berbalik menajdi kafir memasuki sore  hari. Dan menjadi mu'min di sore hari, berbalik menjadi kafir memasuki pagi hari. Orang orang pun akan menjual agamanya dnegan harta benda mereka" ( HR Tirmidzi)
Tingkatan Hadits :
Hadits tersebut sahih, sebagaimana juga dikeluarkan oleh Imam Muslimd alam kitab sahihnya.
Kenyataan dari yang diramalkan :
Imam An Nawawi rm berkata : " Bahwa makna dari hadits tersebut berupa  anjuran supaya bersegera mengerjakan amal shalih sebelum mengalami hambatan dan menjadi sibuk menghadapi berbagai macam fitnah yang tumpang tindih datangnya. Sebagaimana tumpang tindihnya kegelapan malam yang tidak berbintang. Rasulullah saw melukiskan, betapa dasyatnya fitnah tersebut. Sampai sampai seseorang yang di sore harinya masih beriman, berbalik menjadi kafir tatkala memasuki pagi hari, atau justru sebaliknya---disini terdapat keragu raguan dari perawi-- Dan dari besarnya fitnah fitnah tersebut, sehingga menyebabkan seseorang dapat berubah pendirian hanya dalam waktu  satu hari.
Rasulullah SAW tidak menentukan secara pasti terjadinya hari kiamat karena semua itu adalah urusan ghaib dimana hanya Allah SWT saja yang Maha Tahu. Hanya Rasulullah saw memberitakan kapada umatnya tanda-tanda dekatnya hari kiamat seperti nanti yang akan saya jelaskan.  Hal ini terbukti ketika dalam hadits di atas Rasulullah saw tidak mejawab pertanyaan Malaikat Jibril saat ditanya kapan hari kiamat terjadi? Beliau hanya menjawab , “Yang ditanya tidak lebih tau dari yang bertanya.” Artinya, “ Rasulullah saw memang tidak mengetahui hari terjadi kiamat, semua itu diserahkan urusanya kepada Allah SWT.
Allah SWT menegaskan dengan gambalang dalam Al-Qur’an sebagai berikut. Firman-Nya, “(Orang-orang kafir) bartanya kapadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya. Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya). Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). Kamu hanya memberi peringatan bagi siapa yang takut kapadanya (hari barbangkit). Pada hari mereka melihat berbangkit itu, maka seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebantar saja) di waktu soreh atau pagi,” (QS. An-Nazi’at [79]: 42-46).
Allah SWT berfirman, “Mereka mananyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah Terjadi”. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahua tentang kiamat itu ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat mejelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan bumi. Kiamat itu tidak akan datang kapadamu melaikan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu ada di sisi Tuhan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (QS. Al-A’raf [7]: 187).
Rasulullah saw bersabda, “Ada lima perkara yang hanya diketahui Allah.” Lalu beliau mambacakan ayat, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sejalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah Yang menurunkan hujan , dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman [31]: 34)
Jelaslah tidak ada seorang pun yang tahu, termasuk Rasulullah saw, terjadinya hari iamat selain Allah SWT. Adanya berbagai ramalan dan prediksi seputar terjadinya kiamat sekian ratus atau ribu tahun lagi, adalah perkara yang tidak dapat dibenarkan adanya. Ia secara tidak langsung lebih tahu dari Allah dan Rasul-Nya.
Islam Akan Kembali Asing
“Sesungguhnya Islam permulaan (datang) keadaan asing dan akan kembali asing. Maka berbahagialah bagi mereka yang (dianggap) asing. Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah, siapakah mereka (yang dianggap)asing itu ? Beliau menjawab : orang-orang yang berbuat baik di kala rusaknya manusia”. (H.R. Muslim).
Kedatangan Islam pertamakali dibawa oleh Rasulullah saw. Dianggap asing oleh mereka Bangsa Arab. Memusuhi kedatangan Islam dengan berbagai upaya agar Islam yang asing itu tidak berkembang di Jazirah Arab. Ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Dianggap tidak cocok dengan keadaan zaman jahiliyyah. Maka tidak mustahil Rasulullah dikatakan pemecah belah persatuan, penghambat kemajuan, gila dan sebagainya.
Menurut isyaratnya Rasulullah saw. Dalam Hadis diatas, bahkan kelak akan datang suatu masa diakhir zaman banyak orang yang tidak mengerti apa itu Islam, apa itu ajarannya dan sebagainya. Banyak orang yang tidak mengerti dan melaksanakan tentang shalat, puasa, zakat dan haji, tidak mengenal hak dan kewajiban, yang halal dan yang haram dsb. Namun, bahkan sebagian dari mereka mereka dengan ringan mengucapkan “saya seorang Muslim”.
" Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) di antaramu niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khalifah Ar Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu." (Hadis riwayat Imam Abu Daud dan lain-lain. Lihat Sunan Abu Daud juzuk 4, muka surat 201)
wallahu a’lam

Senin, 22 April 2013

Islam Di Filipina Dulu Dan Sekarang


Kenapa perjuangan sebagian muslim Filipina di bawah bendera Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang mahsyur itu seperti tak mengenal letih?
Rupanya, setelah menelisik sejarah masa lalu Filipina, penulis seperti mendapati sebuah pemakluman. Ada jawaban perih yang tak bisa dihilangkan dari memori kaum Muslim Filipina: sebuah jawaban yang hingga saat ini melecutkan harapan dan menimbulkan konflik berdarah.

Dan menyebarlah berita tentang muslim Filipina yang lekat sebagai muslim teroris yang tak kenal kompromi.
Seperti apakah muslim Filipina menyikapinya? Bagaimanakah dinamika kehidupan muslim Filipina di abad millenium ini?

Siapa yang menduga kalau nama Manila, ibu kota Filipina itu, berasal dari kata Fi Amanillah (B. Arab) yang berarti di bawah lindungan Allah? Tidak banyak yang tahu, memang, kalau kota pusat transaksi perdagangan bangsa Filipina itu dahulu kala menganut sistem pemerintahan Islam.

Sebab, menurut catatan sejarah, sebelum Spanyol datang menjajah di tahun 1565, para sultan Islam dari Brunei Darrussalam dan Johor sudah terlebih dahulu menempati wilayah tersebut. Tak aneh, bila pencetusan nama Manila pun diadopsi berdasarkan kata di atas. Mereka berharap bahwa kelak suatu saat nanti, Manila akan menjadi kota yang tidak hanya menganut sistem pemerintahan Islam yang demokratis tapi juga modern, aman, dan sejahtera. Dalam beberapa dekade, cita-cita itu sempat terlaksana.

Namun sayang, ketika bangsa Spanyol berhasil menaklukan Manila dan beberapa daerah di kepulauan Filipina, harapan itu menjadi mimpi belaka. Yang paling kentara antara lain; Pertama, penduduk Filipina yang dulu mayoritas umat Islam, kini menjadi kaum minoritas alias warga kelas dua. Sekitar 5-7 juta atau sekitar 8,5 persen dari 66 juta jiwa penduduk Filipina adalah Muslim. Selebihnya merupakan umat Kristen Katholik Filipina. Kedua, dahulu kala segala tuntutan sosial, ekonomi dan politik muslim Filipina merupakan perkara yang selalu diperhatikan pemerintah, sementara sekarang ini umat Islam Filipina mendapat banyak rintangan.

ISLAM FILIPINA DI MASA SILAM
Bila menengok lembar sejarah Filipina, umat muslim Filipina telah ada sejak abad 13. Filipina sendiri waktu itu belum berbentuk negara menjadi Republik Filipina. Ia hanya sebentuk kepulauan rumpun melayu yang dijadikan tempat berniaga para pedagang muslim dan persinggahan para ulama dari Gujarat, India, dan Timur Tengah. Untuk pertama kalinya, mereka menempati Kepulauan Sulu.

Namun, setelah itu, petualang-petualang muslim Melayu menyusul dan mendirikan kesultanan di bagian Filipina, yakni Sulu, Palawan dan Mindanao. Diantara mereka adalah para da'i dari pulau Kalimantan yang kebetulan berdekatan dengan Sulu. Maka berkembanglah dengan pesatnya kehidupan muslim di tiga daerah ini. Pengaruhnya bukan hanya pada perkembangan agama, tapi juga secara sosial-kultural di masyarakatnya.

Menurut data Peter Gowing dalam Muslim Filipinos-Heritage and Horizon, muslim Filipina dibagi ke dalam 12 kelompok etno-linguistik (suku-bangsa). Enam yang paling utama adalah Maguindanao, Maranou, Iranum, Tausug, Samal dan Yakan. Preang sisanya yaitu Jama Mapun, Kelompok Palawan (Palawani dan Molbog), Kalagan, Kolibugan dan Sangil.

Kendati suku-bahasa itu sangat beragam, bahasa kelompok muslim sendiri memiliki kesamaan. Misalnya, bahasa Manguindanao dan Maranao dapat diucapkan dan dimengerti oleh kedua kelompok ini. Tetapi ada pula beberapa dialek yang dipakai baik oleh orang Islam maupun orang Kristen, yakni bahasa Samal, Jama Mapun, dan Badjao. Sementara bahasa Tagalog dan Visayan banyak digunakan oleh orang-orang Kristen.

Namun demikian, menurut pakar bahasa modern, beberapa bahasa dan dialek orang-orang Filipina Islam dan Kristen semuanya berasal dari rumpun linguistik (bahasa) yang sama, dan memiliki banyak kesamaan. Lebih dari itu, baik orang Islam maupun Kristen Filipina termasuk suku bangsa Melayu (lihat buku Dinamika Islam Filipina, karya Cesar A. Majul: LP3ES, 1989).

Kala itu, bertani dan menangkap ikan adalah mata pencaharian utama mereka. Bahkan, ada beberapa kelompok yang dikenal menggantungkan hidup dari industri rumah tangga, seperti kerajinan tangan, anyaman, serta aktivitas perdagangan. Wajar, bila tempat mereka tinggal, praktis tidak mempunyai basis industri seperti pabrik.

Secara tradisional, kelompok-kelompok Islam itu sangat mencolok perbedaannya ketika mereka menjalankan tradisi dan hukum (adat) yang beberapa di antaranya terbentuk sebelum kedatangan Islam. Artinya, tali persaudaraan muslim Filipina sangat jarang terjadi. Mereka lebih bangga terhadap identitas masing-masing. Kendati demikian, biasanya kelompok-kelompok tersebut memiliki struktur sosial yang serupa.

Sepanjang sejarah mereka, struktur sosial-politik tersebut berdasarkan sistem datu, yang juga seperti adat, yakni sebuah lembaga dari masa sebelum kedatangan Islam. Datu itu sendiri adalah penguasa lokal (kecil), atau pangeran muda dengan kekuasaan eksekutif dan militer. Dengan kedatangan Islam, beberapa datu yang sangat kuat kekuasaannya, akhirnya menerima gelar sultan. Wajar bila ketegangan antara sultan-sultan dan datu-datu acapkali terjadi.

Tidak hanya itu, pada abad-abad yang lampau, kelompok-kelompok Islam secara tunggal membentuk kesatuan-kesatuan politik yang bebas, atau beberapa kelompok bergabung untuk membentuk berbagai kekuatan politik. Kadang-kadang di antara mereka terjadi pertarungan maupun persaingan ekonomi. Fakta demikian menunjukkan bahwa mereka berhak mengajukan segala tuntutan sosial-politik dan ekonomi dengan bebas dan adil berdasarkan kebutuhan kelompoknya masing-masing. Tak aneh jika kalangan kelompok-kelompok Islam memiliki perbedaan pendapat dalam menerapkan bentuk-bentuk lembaga keIslaman mereka. Kendati demikian, bila timbul ancaman bahaya umum dari luar, mereka tetap bekerjasama dalam pertahanan militer.

SPANYOL DAN PERANG MORO
Hal inilah yang ditunjukkan mereka ketika Spanyol berniat mengubah Filipina menjadi wilayah Katholik. Ada tiga kesultanan, yakni Sulu, Maguindanao dan Bayan yang menentang dan melawan sekuat tenaga rencana bangsa Spanyol itu. Sayang, kota Manila yang diperintah oleh kerabat Sultan Brunei Darussalam dengan begitu mudahnya direbut Spanyol.

Selanjutnya, dengan trik kekerasan, persuasi atau menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol dapat memperluas kedaulatannya ke seluruh perkampungan (barangay) Filipina yang terpencar-pencar secara luas. Konon nama Filipina sendiri diambil dari nama Raja Philipe, salah satu raja Spanyol yang sempat berkuasa. Meskipun begitu, mereka tak mampu menaklukan kesultanan-kesultanan di Selatan.

Pada saat inilah, genderang perang Kristen dan Islam bernama 'Perang Moro' mulai digelar. Politik perang sebangsa pun digulirkan. Para penjajah Spanyol membuat peta pertempuran antara indo Kristen (para pribumi Filipina yang telah ter-Kristenkan) dengan orang-orang Moro (sebutan orang-orang Spanyol untuk menamakan pribumi Filipina yang beragama Islam karena mereka mempunyai kepercayaan yang sama dengan orang-orang Moor Spanyol).

Orang-orang Moro sendiri adalah umat Islam di bagian Selatan Filipina. Struktur pemerintahannya sendiri masih berpusat pada seorang Sultan; pemimpin agama dan pemerintahan yang terikat dengan hukum Islam. Adapun datu di kalangan mereka dipercaya sebagai tokoh masyarakat yang sangat terpengaruh. Datu-lah yang juga memainkan peranan penting ditengah komunitas muslim. Moro hingga tahun 80-an. Di banyak tempat, para datu-lah yang menjalankan administrasi pemerintahan yang menggunakan syari'at Islam. Demikian sekilas kaum muslim Moro. Dengan model kepemimpinan Islam yang kuat tersebut, tentu saja kaum indo-Kristen bertambah semangat ingin menundukkan mereka.

Akhirnya, perang kedua kelompok yang masih sedarah itu menimbulkan pengaruh luar biasa di kemudian hari. Ratusan tahun kemudian, ketika masa senja kolonial Spanyol mulai surut dan Amerika datang menggantikan Spanyol. Perang Moro masih terus berlangsung. Meskipun dengan bentuk dan isi yang berbeda, namun tetap bertujuan sama.

Semua ini berawal pada tahun 1898 tatkala Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat setelah penandatanganan Perjanjian Paris. Keluar dari mulut macan, masuk mulut buaya. Begitulah gambaran yang tepat untuk melukiskan perjuangan muslim Moro.
Superioritas militer Amerika Serikat memaksa para datu yang gigih untuk tunduk pada kekuasaan Amerika Serikat. Para pejabat Amerika sendiri membiarkan Islam dan hukum adat Moro tak tersentuh, asal tidak bertentangan dengan konstitusi Amerika Serikat.

Namun, mengetahui bakal terjajah kembali, meski bentuk penjajagannwa tak tampak oleh mata, orang-orang Moro mulai kritis dan mengajukan beberapa usulan. Ketika orang-orang Filipina mulai dilatih untuk mempersiapkan pemerintahan sendiri menuju kemerdekaan, para sultan, datu, dan pemimpin agama Islam mengajukan petisi kepada para pejabat Amerika agar wilayah mereka tidak diikutkan pada negara merdeka yang direncanakan. Mereka menginginkan tetap berbeda dari Filipina Kristen, bertahan dibawah perlindungan Amerika sampai mereka dapat mendirikan negara sendiri yang terpisah.

Dan puncaknya ketika Republik Filipina resmi didirikan pada tahun 1946, orang-orang Moro dimasukkan dalam struktur politik tanpa konsultasi dan izin mereka. Tentu saja hal tersebut menuai protes tajam dari orang-orang Moro. Banyak pelanggaran hukum dan ketertiban yang mengkhawatirkan terjadi di wilayah Moro. Hingga komite Senat Filipina, pada tahun 1951, menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan situasi tersebut adalah karena kebanyakan orang Moro tidak mengidentifikasi diri mereka dengan bangsa Filipina atau tidak setuju dengan kebijakan nasional.

Terlebih pada tahun 50-an, ketika Amerika dan orang-orang Spanyol mendorog gelombang migrasi kaum Nasrani (Kristen) dari Utara ke kawasan Selatan, tempat muslim Moro menetap dan berkembang biak, pelbagai konflik agama merebak dari hari ke hari. Rata-rata mereka berasal dari ratusan kepala keluarga etnis Ilongo, Ilocano, Tagalog dan lain-lainnya. Mulai dari persoalan tanah, mata pelajaran sekolah hingga tempat ibadah menjadi bahan sengketa di antara mereka.

Karena itu, untuk mencegah konflik berkepanjangan dan merangkul kaum minoritas muslim, pada tahun 1956 pemerintah Filipina membentuk Komisi Integrasi Nasional yang selanjutnya digantikan oleh office of Muslim Affairs and Cultural Communities. Inilah organisasi yang mengurusi kepentingan muslim Filipina.

Kendati niat mulia itu sudah terwujud, namun permusuhan antara orang-orang Moro dan Indio-Kristen masih terus bergolak. Terutama sekali pada tahun 70-an, saat satu organisasi teroris Nasrani bernama Ilagas terbentuk. Awalnya organisasi ini beroperasi di Cotabatos. Namun, perlahan-lahan gerakan ini semakin menyebar. Kaum muslim lantas membentuk gerakan perlawanan yang diberi nama Blackshirt untuk menghadang kemunculan teroris tersebut. Hal serupa terjadi juga di wilayah Lanao. Di sana, kelompok muslim bernama Barracuda melakukan perlawanan terhadap Ilagas. Dan, konflik pun terus meruyak dari satu daerah ke daerah lainnya.

Konflik-konflik di atas sebetulnya diperburuk oleh beberapa faktor, antara lain; membanjirnya pemukiman Kristen ke wilayah-wilayah Muslim secara tak terkendali; penelantaran nasional yang terus-menerus terhadap aspirasi ekonomi dan pendidikan bangsa Moro; diskriminasi yang terang-terangan dalam melayani kaum muslim dikantor-kantor pada tingkat nasional; hilangnya kekuasaan politik para pemimpin Moro di daerah kekuasaan mereka semula; konflik tajam mengenai tanah antara penduduk Moro dan Kristen.

Sejumlah alasan inilah yang secara progresif meningkatkan pertikaian bersenjata antara kelompok Kristen dan Moro dimana kepolisian atau tentara biasanya memihak pada pihak yang pertama. Tak aneh, bila orang-orang Moro meneriakkan isu "pembersian etnis" untuk menarik simpati Dunia Muslim.

Maka ketegangan itu mengalami puncaknya pada tahun 1972. Kala itu, saat Presiden Ferdinand Marcos tengah menerapkan hukuman mati dengan diikuti usaha-usaha melucuti senjata orang-orang Moro, muncul pemberontakan secara terbuka. Gerakan pembebasan yang paling mendapat dukungan luas ialah Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dengan kelompok militer mereka, Tentara Bangsa Moro (BMA) yang dipimpin oleh Nur Misuari, mantan pengajar dari Universitas Filipina. Organisasi inilah yang kemudian banyak mendapat sambutan dunia Islam. Baik media massa cetak maupun elektronik dari pelbagai negara pernah menceritakan aktifitas revolusioner-radikal MNLF.

Dampak pemberitaan media memang luar biasa. Beberapa negara Islam turut prihatin atas nasib orang-orang Moro. Maka, Organisasi Konferensi Islam (OKI) bersama mediasi Libya mempengaruhi pemerintah Filipina dan MNLF guna menandatangani Perjanjian Tripoli pada 1976, yang memberi suatu bentuk otonomi khusus bagi tiga bekas provinsi yang berpenduduk Muslim.

Namun, baik otonomi yang diberikan oleh rezim Presiden Marcos pada 1977 maupun otonomi di bawah pemerintahan Corazon Aquino pada 1989 tidak memuaskan harapan OKI dan tuntutan MNLF. Tak heran, pada tahun itu pula, MNLF memperbaharui tuntutannya untuk memisahkan diri dari Filipina sambil mencari status keanggotaan OKI.

Walhasil, terobosan paling signifikan adalah ketika wilayah otonomi Muslim Mindanao terwujud pada tahun 1990 yang secara langsung memberikan peluang bagi kaum Muslim untuk mengatur beberapa aspek pemerintahan di luar bidang Keamanan dan Luar Negeri. Itu pun karena Mindanao termasuk salah satu daerah yang susah ditundukkan penjajah.

MUSLIM FILIPINA MASA KINI
Kendati telah terluka oleh kolonialisme Spanyol dan Amerika, kaum muslim Filipina terus berusaha menghidupkan kebudayaan dan peradaban baru sesuai harapan dan cita-cita mereka. Di negeri yang memiliki 7000 kepulauan dan 100 dialek bertutur ini, kaum muslim Filipina pelan-pelan mengumpulkan kembali sisa-sisa kemajuan Islam dahulu kala. Baik fisik maupun non-fisik.

Pada tingkat fisik, misalnya. Banyak masjid dan madrasah baru didirikan berdasarkan bantuan dari organisasi-organisasi Muslim luar. Bahkan, dewasa ini terdapat 1500 madrasah yang sudah berdiri, tetapi kebanyakan tidak lebih dari tingkat menengah saja. Tidak hanya itu, pemerintah Filipina sendiri memberikan beasiswa untuk para pelajar Moro yang berprestasi. Sementara pemerintah Mesir menawarkan beasiswa bagi orang-orang Moro untuk belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo. Untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Moro, guru-guru Muslim dari luar negeri pun mulai berdatangan untuk mengajar di wilayah Moro selama beberapa tahun.

Wajar bila orang-orang Moro banyak yang mulai berkarir di pemerintahan Filipina, meskipun baru sebatas diterima pada posisi-posisi puncak Departemen Kehakiman dan Departemen Urusan Luar Negeri saja.

Di lain hal, pada tahun 1977, Undang-Undang Hukum Perdata Muslim Nasional, dengan satu pasal mengenai mufti, disahkan, meskipun tidak semua kantor peradilan dan wilayah syari'at memberlakukan undang-undang tersebut. Selanjutnya pada tahun 1981, sebuah Kementrian Urusan Islam (Office of Muslim Affairs) pertama dibentuk.

Dari kantor inilah diketahui, orang-orang Filipina banyak yang kembali memeluk Islam. Dalam bahasa Tagalog, bahasa Nasional Filipina, mereka disebut kaum 'Balik Islam'.
Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dengan dunia Islam.

Demikianlah kondisi terakhir Islam di Filipina. Walaupun sekarang muslim Filipina hanya menempati posisi penduduk kelas dua, namun usaha untuk merajut kembali sejarah yang pernah terkoyak masih terus berlanjut. Terutama sekali, upaya membangun kehidupan sosio-ekonomi orang-orang Moro agar lebih baik dari hari kemarin.
Wallahu 'alam bil shawab.

Dari Majalah Hidayah edisi spesial Idul Fitri 1425 H.