Senin, 31 Agustus 2015

RENCANA PENYATUAN KALENDER ISLAM INTERNASIONAL

Setiap tahun ummat Islam selalu terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan awal Ramadhan dan akhir ramadhan. Padahal kalau kita menelusuri sejarah dibuatnya kalender Hijriyah (kalender yang perhitungannya berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi) atau disebut juga Tahun Komariyah (qomarun artinya bulan). Maka tidak perlu lagi ada perbedaan itu. Mengapa? Sebab satu kali bulan mengelilingi bumi itu tidaklah pas 29 hari atau 30 hari. Walaupun sekarang sudah dapat dilihat pada kalender bahwa bulan Muharam itu 30 hari, syafar 29 hari, Rabiul awal 30 hari, Rabiul akhir 29 hari dan seterusnya... itu berdasarkan kesepakatan para ulama fiqih dan para ulama akhli astronomi (akhli Ilmu Falaq) pada zaman Khalifah Umar bin Khattab. Bagaimana kejadiannya?

Pada saat hijrahnya nabi bersama para sahabat, kalender hijriyah itu sudah ada, tetapi belum disebut TAHUN HIJRIYAH, padahal masyarakat pada waktu itu sudah menghitung hari berdasarkan peredaran bulan. Setiap bulan purnama mereka menyebutnya tanggal 14. Dan bahkan banyak orang yang menyebut tanggal 14 itu tengah-tengah bulan (bahkan dalam salah satu hadits pun rasulullah s.a.w. menganjurkan ummatnya untuk saum sunnah 3 hari di tengah-tengah bulan, yaitu saat bulan purnama), padahal tidaklah demikian. Yang paling populer shaum di tengah tengah bulan itu adalah tengah bulan Shaban (Arab: Nisfu Saban). Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, dianggap Islam itu sedang puncak keemasan, sehingga Khalifah yang "diktator tapi shaleh" itu punya inisiatif memastikan perhitungan bulan itu berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, yang pasti dan yang akurat. maka beliau mengumpulkan para ulama fiqih dan para akhli astronomi (akhli ilmu falaq), yang bisa melihat bulan ( akhli hisab, akhli rukyat dan akhli hilal dikumpulkan). Maka bermusyawarahlah para akhli fiqih (yang tentunya pernah berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dan hafal betul tentang hadits2 beliau yang berkenanan dengan saum, termasuk di dalamnya hadits yang mengatakan " berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berbukalah kamu karena melihat bulan").

Setelah sekian lama para ulama itu bermusyawarah dan bekerja dengan sungguh2 (ijtihad), termasuk meneliti dan mengamati bulan dalam waktu beberapa puluh kali putaran, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa ternyata  sekali bulan mengelilingi bumi itu tidak  tepat 29 hari dan tidak pula tepat 30 hari, melainkan 29,46 hari atau 29 hari 5 jam 31 menit dan 7,2 detik. Jadi tidaklah mungkin menghitung awal bulan dengan hari yang dimulai dengan bilangan waktu yang tepat sekali. Namun demikian mereka bersepakat membulatkan menjadi 29, 5 hari. Pada waktu bumi beredar mengelilingi matahari (sekali revolusi), bulan mengelilingi bumi sebanyak 12 kali. Jadi untuk mengadakan 12 kali revolusi, bulan memerlukan 12 x 29,5 hari = 354 hari.

Mereka sepakat bahwa penanggalan Islam mempunyai 12 putaran BULAN, masing-masing dengan 29 dan 30 hari. Penanggalan itu diatur menurut penanggalan putaran BULAN yang tepat dengan menambahkan 11 hari dalam periode 30 tahun, supaya tidak bergeser jauh. Jadi selama periode 30 tahun itu ada 19 TAHUN  BIASA, yang jumlah harinya 354 hari. Dan ada 11 TAHUN KABISAT yang jumlah harinya 355 hari, yaitu tahun ke-2, tahun ke-5, tahun ke-7, tahun ke-10, tahun ke-13, tahun ke-16, tahun ke-18, tahun ke-21, tahun ke-24, tahun ke-26 dan tahun ke-29. Perputaran dari 360 bulan
BULAN ini mempunyai 10.361 hari dan hanya akan membuat kesalahan 1 hari saja untuk setiap 2.500 tahun. (Ini penemuan yang luar biasa, bukan hasil kerja yang asal-asalan lho!) 

Untuk menentukan Tahun Hijriyah yang KABISAT, Angka tahun itu dibagi 30 saja. Jika bersisa dan sisanya sama dengan angka dari 11 tahun kabisat di atas, maka tahun itu adalah TAHUN KABISAT. Dan jika sisanya tidak sama dengan angka tahun dari 11 tahun kabisat di atas, maka BUKAN TAHUN KABISAT, melainkan TAHUN BASITHAH. Misalnya : tahun 1430 H, jika dibagi 30 =47, sisanya 20, maka tahun 1430 H BUKAN TAHUN KABISAT, melainkan TAHUN BASITHAH.

 Umar bin Khattab berinisiatif bahwa Kalender Tahun Hijriyah DIAWALI  pada tahun pertama Hijriyah, yaitu perjalanan Nabi s.a.w. dari Mekkah ke Madinah. Tepatnya pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi. Bulan Ramadhan atau Puasa dimulai hari ke-273 dari penanggalan yang telah ditetapkan. Supaya jumlah hari dalam sebulan itu bulat, jadi tidak 29,5 hari, maka umur bulan dibuat selang seling 29 hari dan 30 hari. Bulan bulan pada Tahun Hijriyah/Komariyah beserta jumlah harinya adalah sebagai berikut :
1. Muharam 30 hari
2. Safar 29 hari
3. Rabiul Awal 30 hari
4. Rabiul Akhir 29 hari
5. Jumadil Awal 30 hari
6. Jumadil Akhir 29 hari
7. Rajab 30 hari
8. Syaban 29 hari
9. Ramadhan 29/30 hari
10. Syawal 29 hari
11. Zulkaidah 30 hari
12 Zulhijah 29 hari.

Demikian cerdik dan pandainya para ulama Akhli Rukyatul hilal dan akhli hisab pada masa Umar bin Khattab. Kita patut acungkan jempol buat mereka! Dan mereka mengupayakan agar tepat benar perhitungannya. Tetapi mengapa ummat Islam dewasa ini malah sok pinter? Tidak lagi menggunakan penanggalan yang dibuat pada masa Khalifah Umar bin Khattab ini? Padahal kalau diseminarkan pun -barangkali- tidak akan menemukan metoda baru baik dengan melihat bulan ataupun dengan perhitungan perputaran bulan mengelilingi matahari.  Ataukah karena hal hal lain? Apakah karena ada hadits Nabi yang mengatakan bahwa shaum pada hari raya iedul fitri dan iedul adha, ditambah 3 hari tasyrik itu haram dan barangsiapa yang melakukannya fi nar masuk neraka? Ataukah karena adanya sunnah nabi yang mengatakan bahwa rasulullah s.a.w hanya puasa 29 hari selama sembilan tahun dan hanya sekali saja puasa 30 hari karena cuaca mendung? Yang jadi masalah, apakah para ulama akhli rukyatul hilal, para akhli hisab dan para akhli fiqih pada masa Umar itu tidak tahu menahu tentang adanya hadits-hadits di atas? Bukankah mereka pernah bersua dengan Rasulullah s.a.w? Saya yakin mereka juga tahu kaidah hadits, mustholah hadits, kaidah fiqh dan usul fiqh,  bahwa ada yang shahih dalam matan dan shahih dalam sanad. Atau sebaliknya. Jadi mengapa harus ribut setiap awal dan akhir ramadhan, kalau mereka sudah berijtihad dengan sungguh-sungguh? Toh tidak akan tepat waktu kalau melihat bulan, sebab memang tidak tepat 29 hari atau tepat 30 hari. Melainkan 29,46 hari. Jadi kalau berusaha melihat bulan, walau menggunakan teleskop secanggih apapun, pasti tidak akan tepat melihat munculnya bulan pada tanggal 1. Nah, Kalau memang kita tidak mau mengindahkan lagi kalender hasil ijtihad orang-orang yang pernah bersua dengan pembawa Risalah Islam, buang saja penanggalan hijriyah itu. Akhir-akhir ini hasil ijtihad para sahabat yang ulama itu tak dihargai oleh para "akhlus sunnah" (yang katanya taat mengikuti sunnah nabi dan para sahabatnya). Semua percuma dibuat! Sia sia! Tiada arti! Jangan sampai terjadi, selama setahun menggunakan kalender buatan Umar bin Khattab itu, tetapi khusus untuk bulan Ramadhan tidak diberlakukan.

Namun demikian sungguh aneh rupanya, kalender yang sangat teliti itu sekarang masih dipakai untuk menghitung hari, bulan dan tahun. cuma tak dipakai untuk menentukan Ramadhan? Eh...tidak juga ya? Sebab ummat islam lebih senang menggunakan Kalender Syamsiyah yang perhitungannya berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari ("syamsun " dalam bahasa Arab artinya matahari) yang dibuat oleh Kaisar Romawi Julius Caesar, dan disempurnakan oleh Paus Gregory XIII. Dalam dunia pendidikan saja, ummat Islam masih harus bersekolah di bulan Ramadhan, karena menggunakan Kalender Masehi/Syamsiyah. Padahal dulu, konon waktu kita masih dalam masa penjajahan bangsa Belanda, kalender pendidikan ditentukan oleh Tahun Hijriyah, sehingga setiap tanggal 27, 28 atau 29 Syaban, anak-anak sekolah mendapat laporan pendidikan, sehingga pas Ramadhan mereka berkonsentrasi untuk semata-mata belajar agama (Islam), untuk meningkatkan keimanan dan keshalehan. Demikian besar toleransi beragama orang-orang pendidikan bangsa  Belanda kepada warga Inlander (pribumi). Jadi anak-anak sekolah tidak libur asal libur akhir tahun ajaran, melainkan libur untuk memperbaiki aqiedah, syariah dan akhlak keislamannya. Kapankah Menteri pendidikan kita berinisiatif mengembalikan perhitungan Kalender Pendidikan berdasar kepada Kalender Hijriyah? Supaya libur akhir tahun ajaran itu berbarengan dengan pelaksanaan ibadat shaum? Wallahu alam bishowwab!

Kita kembali ke masalah. Kalau melihat bahwa para ulama di Muhammadiyah selalu yakin dengan kalender mereka, apakah kita salah kalau meneliti ulang penetapan para ulama di masa Umar bin Khattab itu dalam menentukan jumlah hari pada bulan Muharram, betulkah 29 atau 30 hari? Atau supaya tidak bertentangan dengan sunnah nabi tentang beliau 9 tahun selalu puasa 29 hari, jadikanlah muharam 29 hari? Tetapi masalahnya, apakah itu tidak bertentangan juga dengan hadits nabi yang membagi 3 ramadhan dengan 1/3 bulan berkah, 1/3 penghapusan dosa dan 1/3 bulan pembebasan dari api neraka? Sehingga pembebasan dari api neraka tidak10 hari, melainkan 9 hari? Perlukah lagi kita meneliti matan hadits tersebut? Semua membutuhkan penelitian yang lebih seksama. Ataukah kita mencoba menghitung ulang peredaran bulan mengelilingi bumi pada zaman mutakhir ini dan membuat Kalender Hijriyah  yang lebih autentik daripada kalender peninggalan Umar bin Khattab? Betulkah satu putaran bumi mengelilingi bulan itu 29,46 hari atau kurang?  Kenapa demikian? Sebab ternyata ada beberapa ummat Islam yang penyimpangan harinya dalam menentukan awal dan akhir ramadhan sampai 3 hari. Bahkan lebih. Terutama para penganut aliran tasauf (yang konon memiliki kalender buatan para ulama pada zaman Umar bin Khattab itu). Ini Tak boleh dibiarkan, perlu diseminarkan dan dibuat workshop untuk memutakhirkan kembali Kalender Hijriyah ini, yang sudah berjalan lebih dari 1432 tahun silam. Kalau teliti, sesungguhnya penyimpangan baru akan terjadi setelah 2500 tahun. Padahal kita baru melewati tahun Hijriyah 1432 tahun. Bahkan akhir akhir ini ada gejala yang kurang benar, dimana orang-orang di Indonesia seakan akan ingin berbarengan dengan di Mekah ketika melaksanakan ibadat shalat iedul fitri ataupun iedul adha, hanya karena mereka melihat televisi. Padahal perputaran (rotasi bumi) menghadap ke matahari tidaklah sama. Pasti berbeda beberapa jam dan Ingat itu adalah penanggalan hari! Siapa yang mau berinisiatif, membentuk usrah dan berijtihad memutakhirkan Kalender Hijriyah demi untuk merukunkan ummat beragama yang satu ini? Waallahu 'alam.

Firman Allah dalam al-Qur'an :"Sesungguhnya (agama tauhid ini) adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepadaKu. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. (Q.S. Al-Mukminun XXIII: 52-54) (ayat ayat ini khitabnya kepada yahudi dan nasrani, tetapi dalam pemaknaannya bisa juga berlaku bagi ummat Islam desawa ini, an.sic) Wallahu alam!

Tidak ada komentar: