Sistem
kekerabatan merupakan bagian yanga sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan
adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atua hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi,
kakek, nenek dan seterusnya.
A. Teori Tentang Evolusi Keluarga Manusia
Teori
Lubbock yang terurai di atas, pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad
ke-20 mulai banyak dikritik oleh para ahli antropologi berdasarkan
etnografi dan penelitian. Terbukti misalnya bahwa masyarakat dengan
system kekerabatan yang berdasar prinsip matrilineal tidak hanya ada
pada masyarakat yang tingkat perkembangan kebudayaannya amat rendah
tetapi pada banyak kebudayaan yang berasal dari berbagai tingkat
perkembangan. Suku bangsa Minangkabau di Indonesia misalnya,yang
memiliki taraf perkembangan kebudayaan yang lebih tinggi juga mempunyai
suatu system kekerabatan berdasarkan prinsip matrilineal. Proses-proses
perkembangan masyarakat pada umumnya, dan system kekerabatan pada
khususnya, Tidak mungkin melalui satu garis perkembangan saja.
B. Adat Istiadat Lingkaran Hidup dan Perkawinan
a. Tingkat Sepanjang Hidup Individu.
Di
dalam hampir semua masyarakat di seluruh dunia, hidup individu dibagi
oleh adat masyarakatnya ke dalam tingkat-tingkat tertentu. Tingkat
sepanjang hidup individu dalam antropologi sering disebut stages along the life cycle.
Yaitu masa bayi, masa penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa
pubertas, masa sesudah nikah, masa tua, dan sebagainya. Dalam banyak
sekali kebudayaan, ada anggapan bahwa saat peralihan satu tingkat hidup
ke tingkat hidup lain, merupakan sesuatu yang bahaya, nyata ataupun
gaib. Dalam antropologi, upacara-upacara serupa itu disebut crisis-ritis (upacara waktu kritis).
b. Perkawinan
Suatu
saat peralihan yang terpenting dari semua manusia adalah saat peralihan
dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga, yaitu
perkawinan. Dipandang dari sudut kebudayaan manusia, perkawinan
merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan
kehidupan sexnya. Perkawinan juga memenuhi kebutuhan manusia akan
seorang teman hidup, sedangkan pemeliharaan hubungan baik antara
kelompok-kelompok kerabat tertentu sering juga merupakan alasan
perkawinan.
c. Pembatasan Jodoh Dalam Perkawinan
Semua
masyarakat di dunia mempunyai larangan-larangan terhadap pemilihan
jodoh bagi anggotanya. Di dalam masyarakat Jawa misalnya, hampir tak ada
pembatasan asal mereka tidak memilih saudara sekandung sebagai
jodohnya. Sedangkan pada masyarakat Batak, mereka dilarang mencari jodoh
diantara semua orang yang mempunyai nama marga yang sama dengannya.
Dalam tiap masyarakat, orang memang harus kawin di luar batas suatu
lingkungan tertentu. Istilahnya adalah exogami. Lawan dari istilah exogami adalah endogami, dimana orang harus kawin dengan seseorang dari kelompoknya sendiri. Ada pula marriage preferences
atau perkawinan yang menjadi preferensi umum, artinya ada perkawinan
yang amat diingini oleh sebagian besar masyarakat dan dianggap
perkawinan ideal. Misalnya ada preferensi untuk kawin dengan cross-cousin, ialah anak saudara perempuan ayah atau anak saudara laki-laki ibu.
d. Adat Menetap Sesudah Menikah
a) Adat
utrolokal, yang memberi kemerdekaan kepada tiap pengantin baru untuk
menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami atau kaum kerabat
istri.
b) Adat virilokal/patrilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.
c) Adat uxorilokal/matrilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri.
d) Adat
bilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal
berganti-ganti, pada suatu masa tertentu di sekitar pusat kediaman
kerabat suami, dan pada lain masa tertentu di sekitar pusat kediaman
kerabat istri.
e) Adat
neolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal sendiri di
tempat kediaman baru, tidak mengelompok di sekitar kediaman kerabat
suami/istri.
f) Adat
avunkulokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal menetap di
sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari suami.
g) Adat
natolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal terpisah, suami
di sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri, dan istri di sekitar
kediaman kerabatnya sendiri juga.
Adat menetap sesudah menikah akan mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat.
C. Rumah Tangga dan Keluarga Inti
Rumah tangga sebagai akibat dari perkawinan, akan terjadi suatu kesatuan sosial yang disebut rumah tangga atau household.
Kesatuan ini mengurus ekonomi rumah tangga sebgai kesatuan. Suatu rumah
tangga sering terdiri dari satu keluarga ini saja, tetapi juga bisa
terdiri dari lebih dari satu, misalnya dua sampai tiga keluarga inti.
Keluarga inti sebagai akibat dari perkawinan, akan juga terjadi suatu kelompok kekerabatan yang disebut keluaraga inti, atau nuclear family. Suatu keluarga terdiri
dari seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka yang belum
kawin. Anak tiri dan anak angkat yang secara resmi mempunyai hak
wewenang yang kurang lebih sama dengan anak kandungnya, dapat pula kita
anggap sebagai anggota suatu keluarga inti.
Bentuk keluarga inti serupa dengan apa yang terurai di atas, adalah
bentuk keluarga inti yang sederhana dan biasanya disebut keluarga batih
yang berdasarkan monogami. Dalam hal itu ada seorang suami dan seorang
istri sebagai ayah dan ibu dari anak. Sebaliknya, ada keluarga batih
yang bentuknya lebih
kompleks, ialah apabila ada lebih dari seorang suami atau istri.
Keluarga inti yang serupa ini disebut keluarga inti yang berdasarkan
poligami. Secara khusus keluarga inti di mana
ada seorang suami tetapi lebih dari seorang istri, disebut keluarga
inti berdasarkan poligini. Sedangkan sebaliknya keluarga inti di mana
ada seorang istri tetapi lebih dari seorang suami, disebut keluarga inti
yang berdasarkan poliandri.
Rupanya
jumlah suku bangsa di dunia yang mengenal suatu masyarakat dengan
keluarga-keluarga inti yang berdasarkan poligini lebih besar dari pada
keluarga-keluarga inti berdasarkan monogami. Sebaliknya tidak boleh
dilupakan bahwa pada semua suku bangsa di dunia yang mengenal sistem
poligini, tidak pernah didapat keluarga inti secara 100% berdasarkan
poligini. Biasanya hanya suatu bagian kecil dari pada orang-orang dalam
tiap suku bangsa yang mengenal poligini itu melakukanya. Menurut para ahli, biasanya kurang dari 20% melakukan poligini, dan mereka itu biasanya adalah orang-orang dari kelas atas, bangsawan, orang-orang kaya, dan sebagainya,
dalam masyarakatnya mereka masing-masing. Kecuali itu, jangan dilupakan
bahwa lepas dari soal jumlah suku bangsa yang mengenal sistem poligini,
sebagian besar dari jumlah penduduk dunia hidup dalam keluaga inti yang
berdasarkan monogami, karena suatu bagian yang amat basar dari dunia
sekarang terpengaruh oleh bentuk-bentuk keluarga inti yang dikenal oleh
bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, yang semua memang berdasarkan monogami.
Adapun keluarga inti yang berdasarkan poliandri tidak banyak contohnya.
Harus
diingat bahwa kedua pengertian, ialah rumah tangga dan keluarga batih,
harus kita pisahkan dengan tajam. Seperti telah dikatakan di atas,
rumah tangga bisa lebih besar dari keluarga inti, dan terdiri dari
orang-orang warga keluarga inti, ditambah orang-orang menumpang,
pembantu-pembantu rumah tangga, pelayan dan kadang-kadang budak-budak,
atau terdiri dari dua atau tiga keluarga inti. Sebaliknya, ada pula
rumah tangga yang lebih kecil dari keluarga inti, misalnya kalau suami
dan istri tinggal terpisah dalam dua kota yang berlainan, atau dalam
suatu keluarga inti yang berdasarkan poligini tiap istri hidup dengan
anak-anaknya masing-masing, dalam rumahnya sendiri-sendiri, dan
mengurus ekonomi rumah tangganya sendiri-sendiri.
Pada semua keluarga inti dalam semua masyarakat di dunia, kita lihat adanya dua fungsi pokok yang sama, ialah:
1. Keluarga inti merupakan kelompok dimana individu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama dari sesamanya serta keamanan dalam hidup.
2. Keluarga inti merupakan kelompok di mana individu itu waktu dia sebagai kanak-kanak masih belum berdaya, mendapat pengasuhan dan pemulaan dari pendidikannya.
Di
samping kedua fungsi tersebut, keluarga inti dalam banyak masyarakat
juga merupakan kelompok sosial yang menjalankan ekonomi rumah tangga
sebagai kesatuan, walaupun terhadap fungsi ini banyak terkecualiannya.
Di atas telah kita lihat bahwa dalam masyarakat Jakarta misalnya, dan
juga dalam banyak masyarakat lain di dunia, banyak keluarga inti tidak
mengurus ekonomi rumah tangga sendiri, tetapi hanya menumpang saja dan
ikut makan pada keluarga inti yang lain.
D. Kelompok-Kelompok Kekerabatan
Suatu kelompok adalah suatu kesatuan individu yang terikat oleh paling sedikit enam unsur, ialah:
G. P. Murdrock telah membedakan adanya tiga kategori kelompok kekerabatan, yaitu:
Selain
kelompok tersebut, terdapat pula kelompok yang tidak universal.
Kelompok-kelompok kekerabatan tersebut dapat kita bagi ke dalam dua
golongan, yaitu:
E. Prinsip-Prinsip Keturunan yang Mengikat Kelompok-Kelompok Sosial
Setiap
individu yang hidup dalam suatu masyarakat secara biologis dapat
menyebut kerabat semua orang sesamanya yang mempunyai hubungan darah
atau genes
melalu ibu atau ayahnya. Namun bagi seorang individu, batas kaum “
kerabat sosiologisnya” atau kaum kerabatnya dalam rangka kehidupan
masyarakatnya juga berbeda bila dipandang dari tiga sudut, antara lain:
1. Batas kesadaran kekerabatan (kinship awareness).
2. Batas dari pergaulan kekerabatan (kinship affiliations).
3. Batas dari hubungan-hubungan kekerabatan (kinship relations).
Batas-batas dari hubungan kekerabatan ditentukan oleh prinsip-prinsip keturunan atau principle of descent. Menurut para ilmuwan, ada paling sedikit empat macam prinsip keturunan, yaitu:
1. Prinsip patrilineal atau patrilineal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria saja.
2. Prinsip matrilineal atau matrilineal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui wanita saja.
3. Prinsip bilineal atau bilineal descent
yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria saja untuk
sejumlah hak dan kewajiban tettentu, dan melalui wanita untuk sejumlah
hak dan kewajiban yang lain.
4. Prinsip bilateral atau bilateal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria maupun wanita.
Dalam prinsip bilateral sendiri terdapat tambahan-tambahan prinsip, yaitu:
1. Prinsip ambilineal,
yang menghitungkan hubungan kekerabatan untuk sebagian orang dalam
masyarakat melalui pria, dan untuk sebagian orang lain dalam masyarakat
itu juga melalui wanita.
2. Prinsip konsentris, yang menghitungkan hubungan kekerabatan sampai jumlah angkatan yang terbatas.
3. Prinsip promogenitur, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria maupun wanita, tetapi hanya yang tertua saja.
4. Prinsip ultimogenitur, yang menghitungkan hubungan kekerabagan melalui pria maupun wanita, tetapi hanya yang termuda saja.
F. Sistem Istilah Kekerabatan
Sistem istilah kekerabatan inti mempunyai hubungan
yang erat dengan sistem kekerabatan dalam masyarakat. Hubungan antara
sistem istilah kekerabatan dalam suatu bahasa dengan sistem kekerabatan
dari suku bangsa yang mengucapkan bahasa itu adalah suatu hal yang
mula-mula ditemuka oleh L.H. Morgan.
Menurut para sarjana antropologi, masalah istilah kekerabatan dapat di pandang dari tiga sudut, yaitu:
1. Dari sudut cara pemakain dari pada istilah-istilah kekerabatan pada umumnya.
2. Dari sudut susunan unsur-unsur bahasa dari istilah-istilahnya.
3. Dari sudut jumlah orang kerabat yang di klasifikasikan kedalam suatu istilah.
Dipandang dari sudut cara pemakaian dari istilah-istilah kekerabatan pada umumnya, maka tiap bahasa mempunyai dua macam sistem istilah yang disebut, istilah menyapa atau term of adress, istilah menyebut atau term of reference.
Dipandang
dari sudut susunan unsur-unsur bahasa dari istilah-istilah kekerabatan,
maka tiap sistem istilah kekerabatan itu menpunyai tiga macam istilah, yaitu; istilah kata dasar atau elementary terms, istilah kata ambilan atau derivative terms, istilah deskriftif atau descrivtive terms.
Dipandang
dari sudut jumlah orang kerabat yang diklasifikasikan kedalam satu
istilah itu, maka tiap sistem istilah kekerabatan mempunyai tiga macam
istilah, yaitu; istilah denonatif atau denotatif term, istilah designatif atau designative term, istilah klasifikatoris atau clasivicatory term.
Para sarjana antropologi
telah mendapatkan berbagai macam metode untuk mengupas sistem-sistem
istilah kekerabatan. Salah satu bagian adalah misalnya istilah-istilah
untuk menyebut istilah saudara kandung dan saudara sepupu. Sistem
istilah kekerabatan suku bangsa di muka bumi dapat digolongkan dalam
enam tipe, diantaranya yaitu;
G. Sopan Santun Pergaulan Kekerabatan
Dalam
hal menyelediki dan mengupas suatu sistem kekerabatan dalam suatu
masyarakat, ada baiknya seorang peneliti juga memperhatikan adat sopan
santun pergaulan atau kinship behaviour dan mencoba mencatat hal
itu setepat mungkin. Adat sopan santun pergaulan memang menentukann
bagaimana orang seharusnya bersikap terhadap kerabatnya yang satu, dan
bagaimana terhadap kerabatnya yang lain, dan karena itu mengandung
banyak bahan yang bisa menerangkan sistem kekerabatannya pada umumnya
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Adapun
bagaimana adat sopan santun pergaulan itu dijalankan dalam kenyataan.
Mengenai bergaulanya dengan tiap kelas kerabat-kerabatnya dalam
masyarakat obyek penelitian kita.
Dalam
masyarakat dari hampir semua suku bangsa di Indonesia, adat sopan
santun yang menentukan bahwa kelakuan terhadap kerabat-kerabat yang amat
tua harus bersifat menghormati, adapula kerabat-kerabat yang dapat kita
pergauli dengan sikap bebas. Dalam masyarakat suka-suku bangsa lain
didunia, adat yang menentukan kepada siapakah orang harus bersikap
hormat dan kepada siapakah orang bisa bersikap bebas.
Beberapa
sarjana antropologi telah mencoba menerangkan mengapa adat sopan santun
hubungan kekerabatan yang mengandung hormat maupun kebebasan itu dapat
meningkat ke arah kedua ekstrim tersebut. Ada suatu teori yang
menerangkan bahwa kedua bentuk adat sopan santun yang ekstrim tersebut
hanya suatu saluran psikologis saja untuk menyalurkan
ketegangan-ketegangan yang selalu timbul antara individu yang berada
dalam pergaulan secara terus-menerus dan intensif. Bergaul secara erat
memberi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan masing-masing, dan memberi lebih banyak kesempatan
untuk konflik dan ketegangan. Dalam banyak masyarakat kecil di dunia,
seseorang sering terpaksa harus bergaul dengan kaum kerabatnya secara
erat sekali, konflik dan ketegangan harus di hindari dengan adat-adat
sopan santun bersungkan atau bergurau.
H. Ikhtisar Kelompok-Kelompok Kekerabatan
Kelompok-kelompok kekerabatan
tersebut, yang tersusun menurut tata urutan dari yang kecil sampai
besar, dapat kita periksa fungsi-fungsi sosialnya. Fungsi sosial dari
kelompok-kelompok kekerabatan kecil, khusunya dari keluarga batih dan
keluarga luas, adalah mengurus tata laksana kehidupan rumah tangga,
sedangkan usaha mata pencaharian hidup sebagai kesatuan juga hanya bisa
dilaksanakan oleh kelompok-kelompok kerabatan yang kecil, ketat.
Fungsi
melambangkan kesatuan adat dalam kenyataan berwujud
penyelenggaraan-penyelenggaraan dari ucapan agama (seperti upacara
pembakaran tulang belulang nenek moyang), atau upacara sosial politik
(seperti potlatch), yang bertujuan memperkokoh rasa indentited klen
besar, fratri, atau paruh masyarakat. Masyarakat-masyarakat dengan klen
besar, tetapi tanpa fratri atau moiety, atau sudah hilang
organisasi itu, juga tidak mempunyai kehidupan klen besar, arti klen
besar sebagai kelompok kerabat hilang fungsi sosialnya. Contohnya
adalah misalnya marga batak yang seperti telah diuraikan diatas,
merupan klen besar dengan beratus-ratus ribu warga, yang satu dengan
yang lain tidak saling kenal-mengenal lagi. Karena marga batak tidak
kenal lagi sistem fratri atau moiety yang berarti, maka arti dari marga besar (bukan marga kecil) dalam kehidupan orang batak hilang atri dan fungsi sosialnya.
Dalam
zaman modern ini banyak dari fungsi-fungsi sosial diambil alih oleh
lain-lain pranata sosial dan lembaga-lembaga dalam masyarakat. Dalam
masyarakat sekarang misalnya, yang biasanya berdasarkan negara nasional,
jarang kekuatan politik dikerahkan melalui saluran-saluran kekerabatan,
melainkan melalui partai-partai politik, organisasi buruh, atau
lembaga-lembaga politik dalam rangka negara nasional. Misalnya,
mengerahkan tenaga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam masyarakat
kota, bahkan sekarang makin lama makin banyak juga dalam masyarakat
perdesaan, jarang lagi memakai saluran hubungan kekerabatan, karena
bermacam-macam tenaga buruh, masing-masing dengan keahlian yang khusus,
dapat dikerahkan dalam sistem upah.
sumber:
Koentjaraningrat.1967.Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Yogyakarta: Dian Rakyat
|
Rabu, 05 Juni 2013
Sistem Kekerabatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar