Setiap
tahun ummat Islam selalu terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan
awal Ramadhan dan akhir ramadhan. Padahal kalau kita menelusuri sejarah
dibuatnya kalender Hijriyah (kalender yang perhitungannya berdasarkan
peredaran bulan mengelilingi bumi) atau disebut juga Tahun Komariyah (qomarun
artinya bulan). Maka tidak perlu lagi ada perbedaan itu. Mengapa? Sebab
satu kali bulan mengelilingi bumi itu tidaklah pas 29 hari atau 30
hari. Walaupun sekarang sudah dapat dilihat pada kalender bahwa bulan
Muharam itu 30 hari, syafar 29 hari, Rabiul awal 30 hari, Rabiul akhir
29 hari dan seterusnya... itu berdasarkan kesepakatan para ulama fiqih
dan para ulama akhli astronomi (akhli Ilmu Falaq) pada zaman Khalifah
Umar bin Khattab. Bagaimana kejadiannya?
Pada saat
hijrahnya nabi bersama para sahabat, kalender hijriyah itu sudah ada,
tetapi belum disebut TAHUN HIJRIYAH, padahal masyarakat pada waktu itu
sudah menghitung hari berdasarkan peredaran bulan. Setiap bulan purnama
mereka menyebutnya tanggal 14. Dan bahkan banyak orang yang menyebut
tanggal 14 itu tengah-tengah bulan (bahkan dalam salah satu hadits pun
rasulullah s.a.w. menganjurkan ummatnya untuk saum sunnah 3 hari di
tengah-tengah bulan, yaitu saat bulan purnama), padahal tidaklah
demikian. Yang paling populer shaum di tengah tengah bulan itu adalah
tengah bulan Shaban (Arab: Nisfu Saban). Pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Khattab, dianggap Islam itu sedang puncak keemasan, sehingga
Khalifah yang "diktator tapi shaleh" itu punya inisiatif memastikan
perhitungan bulan itu berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi,
yang pasti dan yang akurat. maka beliau mengumpulkan para ulama fiqih
dan para akhli astronomi (akhli ilmu falaq), yang bisa melihat bulan (
akhli hisab, akhli rukyat dan akhli hilal dikumpulkan). Maka
bermusyawarahlah para akhli fiqih (yang tentunya pernah berjumpa dengan
Rasulullah s.a.w. dan hafal betul tentang hadits2 beliau yang berkenanan
dengan saum, termasuk di dalamnya hadits yang mengatakan " berpuasalah
kamu karena melihat bulan dan berbukalah kamu karena melihat bulan").
Setelah
sekian lama para ulama itu bermusyawarah dan bekerja dengan sungguh2
(ijtihad), termasuk meneliti dan mengamati bulan dalam waktu beberapa
puluh kali putaran, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa ternyata sekali
bulan mengelilingi bumi itu tidak tepat 29 hari dan tidak pula tepat
30 hari, melainkan 29,46 hari atau 29 hari 5 jam 31 menit dan 7,2 detik.
Jadi tidaklah mungkin menghitung awal bulan dengan hari yang dimulai
dengan bilangan waktu yang tepat sekali. Namun demikian mereka
bersepakat membulatkan menjadi 29, 5 hari. Pada waktu bumi beredar
mengelilingi matahari (sekali revolusi), bulan mengelilingi bumi
sebanyak 12 kali. Jadi untuk mengadakan 12 kali revolusi, bulan
memerlukan 12 x 29,5 hari = 354 hari.
Mereka sepakat bahwa
penanggalan Islam mempunyai 12 putaran BULAN, masing-masing dengan 29
dan 30 hari. Penanggalan itu diatur menurut penanggalan putaran BULAN
yang tepat dengan menambahkan 11 hari dalam periode 30 tahun, supaya
tidak bergeser jauh. Jadi selama periode 30 tahun itu ada 19 TAHUN
BIASA, yang jumlah harinya 354 hari. Dan ada 11 TAHUN KABISAT yang
jumlah harinya 355 hari, yaitu tahun ke-2, tahun ke-5, tahun ke-7, tahun
ke-10, tahun ke-13, tahun ke-16, tahun ke-18, tahun ke-21, tahun ke-24,
tahun ke-26 dan tahun ke-29. Perputaran dari 360 bulan
BULAN ini mempunyai 10.361 hari dan hanya akan membuat kesalahan 1 hari saja untuk setiap 2.500 tahun. (Ini penemuan yang luar biasa, bukan hasil kerja yang asal-asalan lho!)
Untuk
menentukan Tahun Hijriyah yang KABISAT, Angka tahun itu dibagi 30 saja.
Jika bersisa dan sisanya sama dengan angka dari 11 tahun kabisat di
atas, maka tahun itu adalah TAHUN KABISAT. Dan jika sisanya tidak sama
dengan angka tahun dari 11 tahun kabisat di atas, maka BUKAN TAHUN
KABISAT, melainkan TAHUN BASITHAH. Misalnya : tahun 1430 H, jika dibagi
30 =47, sisanya 20, maka tahun 1430 H BUKAN TAHUN KABISAT, melainkan
TAHUN BASITHAH.
Umar bin Khattab berinisiatif bahwa
Kalender Tahun Hijriyah DIAWALI pada tahun pertama Hijriyah, yaitu
perjalanan Nabi s.a.w. dari Mekkah ke Madinah. Tepatnya pada hari Jumat
16 Juli 622 Masehi. Bulan Ramadhan atau Puasa dimulai hari ke-273 dari
penanggalan yang telah ditetapkan. Supaya jumlah hari dalam sebulan itu
bulat, jadi tidak 29,5 hari, maka umur bulan dibuat selang seling 29
hari dan 30 hari. Bulan bulan pada Tahun Hijriyah/Komariyah beserta
jumlah harinya adalah sebagai berikut :
1. Muharam 30 hari
2. Safar 29 hari
3. Rabiul Awal 30 hari
4. Rabiul Akhir 29 hari
5. Jumadil Awal 30 hari
6. Jumadil Akhir 29 hari
7. Rajab 30 hari
8. Syaban 29 hari
9. Ramadhan 29/30 hari
10. Syawal 29 hari
11. Zulkaidah 30 hari
12 Zulhijah 29 hari.
Demikian
cerdik dan pandainya para ulama Akhli Rukyatul hilal dan akhli hisab
pada masa Umar bin Khattab. Kita patut acungkan jempol buat mereka! Dan
mereka mengupayakan agar tepat benar perhitungannya. Tetapi mengapa
ummat Islam dewasa ini malah sok pinter? Tidak lagi menggunakan
penanggalan yang dibuat pada masa Khalifah Umar bin Khattab ini? Padahal
kalau diseminarkan pun -barangkali- tidak akan menemukan metoda baru
baik dengan melihat bulan ataupun dengan perhitungan perputaran bulan
mengelilingi matahari. Ataukah karena hal hal lain? Apakah karena ada
hadits Nabi yang mengatakan bahwa shaum pada hari raya iedul fitri dan
iedul adha, ditambah 3 hari tasyrik itu haram dan barangsiapa yang
melakukannya fi nar masuk neraka? Ataukah karena adanya sunnah
nabi yang mengatakan bahwa rasulullah s.a.w hanya puasa 29 hari selama
sembilan tahun dan hanya sekali saja puasa 30 hari karena cuaca mendung?
Yang jadi masalah, apakah para ulama akhli rukyatul hilal, para akhli
hisab dan para akhli fiqih pada masa Umar itu tidak tahu menahu tentang
adanya hadits-hadits di atas? Bukankah mereka pernah bersua dengan
Rasulullah s.a.w? Saya yakin mereka juga tahu kaidah hadits, mustholah
hadits, kaidah fiqh dan usul fiqh, bahwa ada yang shahih dalam matan
dan shahih dalam sanad. Atau sebaliknya. Jadi mengapa harus ribut setiap awal dan akhir ramadhan, kalau mereka sudah berijtihad dengan sungguh-sungguh?
Toh tidak akan tepat waktu kalau melihat bulan, sebab memang tidak
tepat 29 hari atau tepat 30 hari. Melainkan 29,46 hari. Jadi kalau
berusaha melihat bulan, walau menggunakan teleskop secanggih apapun,
pasti tidak akan tepat melihat munculnya bulan pada tanggal 1. Nah,
Kalau memang kita tidak mau mengindahkan lagi kalender hasil ijtihad
orang-orang yang pernah bersua dengan pembawa Risalah Islam, buang saja
penanggalan hijriyah itu. Akhir-akhir ini hasil ijtihad para sahabat
yang ulama itu tak dihargai oleh para "akhlus sunnah" (yang katanya taat
mengikuti sunnah nabi dan para sahabatnya). Semua percuma dibuat! Sia
sia! Tiada arti! Jangan sampai terjadi, selama setahun menggunakan kalender buatan Umar bin Khattab itu, tetapi khusus untuk bulan Ramadhan tidak diberlakukan.
Namun
demikian sungguh aneh rupanya, kalender yang sangat teliti itu
sekarang masih dipakai untuk menghitung hari, bulan dan tahun. cuma tak
dipakai untuk menentukan Ramadhan? Eh...tidak juga ya? Sebab ummat
islam lebih senang menggunakan Kalender Syamsiyah yang perhitungannya berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari ("syamsun "
dalam bahasa Arab artinya matahari) yang dibuat oleh Kaisar Romawi
Julius Caesar, dan disempurnakan oleh Paus Gregory XIII. Dalam dunia
pendidikan saja, ummat Islam masih harus bersekolah di bulan Ramadhan,
karena menggunakan Kalender Masehi/Syamsiyah. Padahal dulu, konon waktu
kita masih dalam masa penjajahan bangsa Belanda, kalender pendidikan
ditentukan oleh Tahun Hijriyah, sehingga setiap tanggal 27, 28 atau 29
Syaban, anak-anak sekolah mendapat laporan pendidikan, sehingga pas
Ramadhan mereka berkonsentrasi untuk semata-mata belajar agama (Islam),
untuk meningkatkan keimanan dan keshalehan. Demikian besar toleransi
beragama orang-orang pendidikan bangsa Belanda kepada warga Inlander
(pribumi). Jadi anak-anak sekolah tidak libur asal libur akhir tahun
ajaran, melainkan libur untuk memperbaiki aqiedah, syariah dan akhlak
keislamannya. Kapankah Menteri pendidikan kita berinisiatif
mengembalikan perhitungan Kalender Pendidikan berdasar kepada Kalender
Hijriyah? Supaya libur akhir tahun ajaran itu berbarengan dengan
pelaksanaan ibadat shaum? Wallahu alam bishowwab!
Kita
kembali ke masalah. Kalau melihat bahwa para ulama di Muhammadiyah
selalu yakin dengan kalender mereka, apakah kita salah kalau meneliti
ulang penetapan para ulama di masa Umar bin Khattab itu dalam menentukan
jumlah hari pada bulan Muharram, betulkah 29 atau 30 hari? Atau supaya
tidak bertentangan dengan sunnah nabi tentang beliau 9 tahun selalu
puasa 29 hari, jadikanlah muharam 29 hari? Tetapi masalahnya, apakah
itu tidak bertentangan juga dengan hadits nabi yang membagi 3 ramadhan
dengan 1/3 bulan berkah, 1/3 penghapusan dosa dan 1/3 bulan pembebasan
dari api neraka? Sehingga pembebasan dari api neraka tidak10 hari,
melainkan 9 hari? Perlukah lagi kita meneliti matan hadits tersebut?
Semua membutuhkan penelitian yang lebih seksama. Ataukah kita mencoba
menghitung ulang peredaran bulan mengelilingi bumi pada zaman mutakhir
ini dan membuat Kalender Hijriyah yang lebih
autentik daripada kalender peninggalan Umar bin Khattab? Betulkah satu
putaran bumi mengelilingi bulan itu 29,46 hari atau kurang? Kenapa
demikian? Sebab ternyata ada beberapa ummat Islam yang penyimpangan
harinya dalam menentukan awal dan akhir ramadhan sampai 3 hari. Bahkan
lebih. Terutama para penganut aliran tasauf (yang konon memiliki
kalender buatan para ulama pada zaman Umar bin Khattab itu). Ini Tak
boleh dibiarkan, perlu diseminarkan dan dibuat workshop untuk
memutakhirkan kembali Kalender Hijriyah ini, yang sudah berjalan lebih
dari 1432 tahun silam. Kalau teliti, sesungguhnya penyimpangan
baru akan terjadi setelah 2500 tahun. Padahal kita baru melewati tahun
Hijriyah 1432 tahun. Bahkan akhir akhir ini ada gejala yang
kurang benar, dimana orang-orang di Indonesia seakan akan ingin
berbarengan dengan di Mekah ketika melaksanakan ibadat shalat iedul
fitri ataupun iedul adha, hanya karena mereka melihat televisi. Padahal
perputaran (rotasi bumi) menghadap ke matahari tidaklah sama. Pasti
berbeda beberapa jam dan Ingat itu adalah penanggalan hari!
Siapa yang mau berinisiatif, membentuk usrah dan berijtihad
memutakhirkan Kalender Hijriyah demi untuk merukunkan ummat beragama
yang satu ini? Waallahu 'alam.
Firman Allah dalam al-Qur'an :"Sesungguhnya
(agama tauhid ini) adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku
adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepadaKu. Kemudian mereka
(pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah
menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam
kesesatannya sampai suatu waktu. (Q.S. Al-Mukminun XXIII: 52-54)
(ayat ayat ini khitabnya kepada yahudi dan nasrani, tetapi dalam
pemaknaannya bisa juga berlaku bagi ummat Islam desawa ini, an.sic)
Wallahu alam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar